Minggu, 16 Januari 2011

Senin, 10 Januari 2011

tugas mata kuliah mikro biologi

Tugas mata kulihah mikrobiologi
Pembahasan tentang
Kebutuhan energi bagi sel mikroorganisme (dalam modul halaman 3)
Pertanyaan:
1.Sebutkan aktifitas sel hidup yang membutuhkan energi?
2.Apa yang di maksud dengan disimilasi?
3.Bagaimana syestem transfer energi/pemerangkapan energi menghubungkan proses disimilasi dan sintesis?

Jawaban:
1. a.Pembentukan struktur sel seperti dinding sel,membrane,dan lain-lain
b. Sintetis enzim,asam nukleat,polisakarida,fosfolipid dan senyawa kimia sel lainnya
c. Memperbaiki kerusakan dan mempertahankan sel dalam kondisi baik
d.Pertumbuhan dan repruduksi
e. Akumulasi nutrient eksresi metabolit
f. Motilitas
2. Pemecahan zat gizi atau senyawa kimia ,selama disimilasi,energi energi di lepas dari zat gizi dan disimpan sementaradalam sytem pemerangkapan energi sampai energi tersebut di butuhkan .
3. Sistem pemerangkapan energi juga berperan di sytem transfer energi yang menyuplai energi,jikaenergi di butuhkan untuk sintetis komponen sel. Disimilasi molekul zat gizi juga menyediakan building block yang di sintetis. Menjadi komponen sel.meskipun proses disimilasi dan sintesis bersifat berlawanan satu sama lain ,kedua proses tersebut saling berkaitan .






Pembahasan tentang
Sumber energi utama bagi mikroorganisme(dalam modul halaman 4)

Pertanyaan:
1.nutrien jenis apa yang di disimilasi oleh mikroorganisme kemoheterotrof untuk mendapatkan energi?
2.nutrien jenis apa yang di disimilasi oleh mikroorganisme kemoautotrof untuk mendapatkan energi?
3.Apa sumber energi bagi mikroorganisme fotorotof?

Jawaban:
1. streptococcus luctis + glukosa → Energi +asam lektat
kemoheterotrof syw organic produk akhir
2. Nitrosomonas + Ammonia → Energi + nitrit
Kemoautotrof syw organic produk akhir
3. Sinar











Pembahasan tentang
Transfer energi antara reaksi eksergonik dengan reaksi endergonik (dalam modul halaman 6)

Pertanyaan :
1.Apa perbedaan antara reaksi eksergonik dengan reaksi endergonik?
2.Bagaimana sel menghubungkan reaksi eksergonik dengan reaksi endergonik?
3. Senyawa transfer energi tinggi apa yang paling penting bagi sel?
4. Bagaimana fungsi senyawa tersebut bagi pembahasan dan pemerangkapan energi?

Jawaban:
1. reaksi eksergonik berkaitan dengan disimilasi zat gizi atau substratkimia,sedangkan reaksi endergonik berkaitan dengan sintetis komponen sel
2. organisme tersebut harus mengembangkan suatu proses yang di sebut coupling energi dan di gambarkan susunan coupling energi

reaksi eksergonik membebaskan energi

Bagian energi yang diperangkap ke senyawa transfer energi

senyawa transfer energi kemudian di berikan ke energi terperangkap ke reaksi
endergonik

3. ATP yang tersusun dari satu molekul basa purin yaitu adenin,satu molekul gula pentosa yaitu ribose,dan tiga gugus fosfat.
4. ATP terbentukmelaluipenambahangugusfosfatkeadenosindiphosphat (ADP), yang hanyamempunyaiduagugusfosfat:
ADP + P  ATP +air (menangkap energy)
sejumlah energy dibutuhkanuntukmembentukikatankimia yang menghubungkangugusfosfatketigake ADP, ikataninidisebutfosfat energy tinggi. Energy tersebutdiperangkapdalamikatanfosfat energy tinggidari ATP yang dibebaskanketikaikatantersebutdipecah:
ATP + air  ADP + fosfat (melepaskan energy)

.
Pembahasan tentang
Pembangkitan ATP olehMikroorganisme, Fosforilasi Level Subrat, FosforilasiOksidatif, ReaksiOksidasi, Sistem Transport Elektron, Protonmotive Force, Fotofosforilasi, Hal. 13

Pertanyaan :
1. Apa perbedaan utama antara Fosforilasi level Subrat, FosforilasiOksidatif,fotofosforisasi?
2. Apa perbadaan oksidasi dengan reduksi?
3. Apa yang dimaksud dengan sytem transport electron dan bagaimana sytem tersebut berfungsi dalam fosforilasi oksidatif?
4. Apa yang dimakud dengan protonmotive force,dan bagaimana protonmotive forceberperan dalam sintetis ATP?
5. Bagaimana organisme fototrof merubah sinar menjadi energi kimia berupa ATP?
6. Apa persamaan antara fotofosforililasi dan fosforilisasi oksiditif? Dan apa perbedaannya?


Jawaban:


Fosforilasi Level Substrat FosforilasiOksidatif Fotofosforilasi
Suatu proses dimana gugusfosfat dari senyawa kimia diambil dan langsung ditambahkan ke ADP dan membentuk ATP yang mengandung ikatan fosfat energy tertinggi. Suatu proses yang melepaskan energy melaluioksidasisenyawakimiaatauzatgizi yang digunakan untuksintesis ATP dan ADP. Suatu proses dimana energy sinardigunakanuntuksintesis ATP dari ADP.
1.
















2.
Oksidasi Reduksi
Reaksioksidasimembebaskan energy (e’) :
H H+ + e¬¬- Reaksireduksimembutuhkan energy (e’) :
Fe 3+ + e - Fe 2+










3. Suatu sel yang menggunakanserangkaianreaksioksidasiuntukmembebaskan energy tanpamengandalkanpadareaksioksidasitunggal yang membebaskan energy dalamjumlahbesar.
4.

Sabtu, 08 Januari 2011

jenis-jenis babi

fisiologi ternak

Sistem pencernaan pada burung dan hewan Mamah Biak (Ruminansia)
 Sistem Pencernaan Pada Burung
Organ pencernaan pada burung terbagi atas saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan. Makanan burung bervariasi berupa biji-bijian, hewan kecil, dan buah-buahan. Saluran pencernaan pada burung terdiri atas:
1) paruh: merupakan modifikasi dari gigi,
2) rongga mulut: terdiri atas rahang atas yang merupakan penghubung antara rongga mulut dan tanduk,
3) faring: berupa saluran pendek, esofagus: pada burung terdapat pelebaran pada bagian ini disebut tembolok, berperan sebagai tempat penyimpanan makanan yang dapat diisi dengan cepat,
4) lambung terdiri atas:
- Proventrikulus (lambung kelenjar): banyak menghasilkan enzim pencernaan, dinding ototnya tipis.
- Ventrikulus (lambung pengunyah/empedal): ototnya berdinding tebal. Pada burung pemakan biji-bijian terdapat kerikil dan pasir yang tertelan bersama makanan vang berguna untuk membantu pencernaan dan disebut sebagai ” hen’s teeth”,
5) intestinum: terdiri atas usus halus dan usus tebal yang bermuara pada kloaka.
Usus halus pada burung terdiri dari duodenum, jejunum dan ileum.
Kelenjar pencernaan burung meliputi: hati, kantung empedu, dan pankreas. Pada burung merpati tidak terdapat kantung empedu.




 Sistem Pencernaan pada Hewan Mamah Biak (Ruminansia)
Hewan-hewan herbivora (pemakan rumput) seperti domba, sapi, kerbau disebut sebagai hewan memamah biak (ruminansia). Sistem pencernaan makanan pada hewan ini lebih panjang dan kompleks. Makanan hewan ini banyak mengandung selulosa yang sulit dicerna oleh hewan pada umumnya sehingga sistem pencernaannya berbeda dengan sistem pencernaan hewan lain. Perbedaan sistem pencernaan makanan pada hewan ruminansia, tampak pada struktur gigi, yaitu terdapat geraham belakang (molar) yang besar, berfungsi untuk mengunyah rerumputan yang sulit dicerna. Di samping itu, pada hewan ruminansia terdapat modifikasi lambung yang dibedakan menjadi 4 bagian, yaitu: rumen (perut besar), retikulum (perut jala), omasum (perut kitab), dan abomasum (perut masam).
Dengan ukuran yang bervariasi sesuai dengan umur dan makanan alamiahnya. Kapasitas rumen 80%, retlkulum 5%, omasum 7-8%, dan abomasums 7-8′/o.Pembagian ini terlihat dari bentuk gentingan pada saat otot spingter berkontraksi. Abomasum merupakan lambung yang sesungguhnya pada hewan ruminansia. Hewan herbivora, seperti kuda, kelinci, dan marmut tidak mempunyai struktur lambung seperti halnya pada sapi untuk fermentasi selulosa. Proses fermentasi atau pembusukan yang dilakukan oleh bakteri terjadi pada sekum yang banvak mengandung bakteri. proses fermentasi pada sekum tidak seefektif fermentasi yang terjadi dilambung. Akibatnya, kotoran kuda, kelinci, dan marmut lebih kasar karena pencernaan selulosa hanya terjadi satu kali, yaitu pada sekum. Sedangkan pada sapi, proses pencernaan terjadi dua kali, yaitu pada lambung dan sekum keduanya dilakukan oleh bakteri dan protozoa tertentu. Adanya bakteri selulotik pada lambung hewan memamah biak merupakan bentuk simbiosis mutualisme yang dapat menghasilkan vitamin B serta asam amino. Di samping itu, bakteri ini dapat ,menghasilkan gas metan (CH4), sehingga dapat dipakai dalam pembuatan biogas sebagai sumber energi altematif.
Sistem pencernaan makanan pada cacing tanah sudah sempurna. Cacing tanah memiliki alat-alat pencernaan mulai dari mulut, kerongkongan, lambung, usus, dan anus. Proses pencernaan dibantu oleh enzim – enzim.
Sumber :http// adikentir.blogspot.com/

Kamis, 06 Januari 2011

folikel

1. Pengertian Folikel

Folikel adalah struktur berisi cairan yang merupakan tempat pertumbuhan sel-telur (oocyte). Bagian penutup dari folikel mengandung sel-sel yang memproduksi hormon betina (estrogen) dinamakan Estradiol 17 beta. Setelah melepaskan sel telur (ovulasi), sel-sel produsen hormon ini ganti membuat hormon penunjang implantasi dinamakan Progesteron. Struktur ini warnanya kuning dan dinamakan Corpus Luteum (Brown, 1992).
Folikel berasal dari epitel lembaga karena proses invaginasi. Dimana secara bertahap folikel akan berpisah dari epitel lembaga dan terpancang di bawah tunica albuginea di dalam lapisan parenchyma. Di sini folikel akan mengalami perubahan-perubahan untuk menjadi dewasa, ovulasi dan pembentukan corpus luteum (Frandson, 1992).

Folikel pada semua periode perkembangan dapat ditemukan pada kedua ovarium dewasa normal belum menopause. Folikel terletak di korteks ovarium dan dibagi menjadi dua berdasarkan tipe fungsinya, yaitu primordial (nongrowing) dan follikel yang tumbuh (growing). Folikel yang tumbuh dibagi menjadi 5 tingkatan yaitu primer, skunder, tertier, matur (de Graaf) dan atretik. Tiga tingkatan pertama

2. Folikel artesia
Folkel artesia adalah break-down dari folikel ovarium. Hal ini terjadi terus-menerus sepanjang hidup seorang wanita, saat ia lahir dengan sekitar 2 000 000 folikel dan hanya akan ovulasi sekitar 500 dalam hidupnya.

Sel-sel granulosa berhenti tumbuh dan melepaskan diri dari lapisan basal. oosit Die dan seluruh unit phagocytosed.

Teka internasional sel dapat bertahan dan mengeluarkan androgen, di mana mereka yang dikenal sebagai sel interstisial, yaitu aktif dari melahirkan sampai menopause.
Contribute a better translation

3. Folikel Primer
Folikel primordial mengadakan migrasi ke stroma cortex ovarium dan folikel ini dihasilkan sebanyak 200.000 buah. Sejumlah folikel primordial berupaya berkembang selama kehidupan intrauteri dan selama masa kanak-kanak, tetapi tidak satupun mencapai pemasakan. Pada waktu pubertas satu folikel dapat menyelesaikan proses pemasakan dan disebut folikel de Graaf dimana didalamnya terdapat sel kelamin yang disebut oosit primer.

4. Folikel skunder
Meiosis terjadi di dalam ovarium ketika folikel de Graaf mengalami pemasakan dan selesai sebelum terjadi ovulasi. Inti oosit atau ovum membelah sehingga kromosom terpisah dan terbentuk dua set yang masing-masing mengandung 23 kromosom. Satu set tetap lebih besar dibanding yang lain karena mengandung seluruh sitoplasma, sel ini disebut oosit sekunder. Sel yang lebih kecil disebut badan polar pertama. Kadang-kadang badan polar primer ini dapat membelah diri dan secara normal akan mengalami degenerasi.
5.Korpus luteum
adalah massa jaringan kuning di dalam ovarium yang dibentuk oleh sebuah folikel yang telah masak dan mengeluarkan ovumnya. Dalam rahim, korpus luteum akan menghasilkan hormon progesteron yang berguna untuk mengatur siklus menstruasi, mengembangkan jaringan payudara, menyiapkan rahim pada waktu kehamilan dan melindungi dari kanker endometrium pada wanita pasca menopause.
Kurpus luteum akan berhenti memproduksi hormon progesteron pada saat ovum tidak dibuahi dan berkembang menjadi korpus albikan. Pada saat ini, lapisan rahim akan meluruh keluar dari rahim.
Fungsi nya adalah pada saat oosit sekunder mencapai stadium pembentukan kumparan maka terjadilah ovulasi. Karena pengaruh LH dari hipotisis maka bekas / sisa folikel akan menjadi CORPUS LUTEUM guna memproduksi hormon estrogen.

intinya fungsi dari hormon ini adalah untuk mempertahankan korpus luteum dan mencegah menstruasi. Normalnya, menstrasi terjadi kira-kira 14 hari setelah ovulasi, pada saat sebagian besar endometrium uterus terlepas dari dinding uterus dan dikeluarkan. Bila hal ini terjadi setelah ovum diimplantasikan, kehamilan akan terhenti. Namun, dengan adanya hCG yang disekresi oleh jaringan yang baru terbentuk proses luruhnya dinding uterus dapat dicegah.
6. Korpus Rubrum
Korpus rubrum yang segera menjadi korpus luteum mengeluarkan hormon estrogen dan progesteron yang makin lama makin tinggi kadarnya. Hormon estrogen dan progesteron menyebabkan endometrimum pada fase sekresi. Korpus luteum selanjutnya akan mengalami regresi hingga pengeluaran hormon estrogen dan progesteron makin berkurang. Akibat pengeluaran estrogen dan progesteron turun, terjadi vasokonstriksi pembuluh darah darah dan segera diikuti vasodilasi. Situasi demikian menyebabkan pelepasan lapisan endometrium dalam bentuk serpihan dan perdarahan yang disebut menstruasi.
. Biasany a timbul perdarahan sedikit, yang menyebabkan bekas folikel diberi nama korpus rubrum. Umur korpus rubrum ini hanya sebentar

8. Korpus Albicans
Pada suatu fase dimana ovum tidak dibuahi oleh sperma, maka kurpus luteum akan berhenti memproduksi hormon progesteron dan berubah menjadi korpus albikan yang menghasilkan sedikit hormon diikuti meluruhnya lapisan endometrium yang telah menebal, karena hormon estrogen dan progesteron telah berhenti diproduksi.
Jika terjadi pembuahan dan kehamilan, korpus luteum tetap aktif karena hormon progesteron yang dihasilkannya berfungsi mempertahankan keseimbangan hormonal selama masa-masa awal kehamilan.
Jika tidak terjadi pembuahan, oosit sekunder akan mengalami degenerasi dalam waktu sekitar 24-48 jam pasca ovulasi.
Jika tidak terjadi pembuahan dan kehamilan, sampai dengan 9-10 hari sesudah ovulasi korpus luteum akan berdegenerasi dan mengalami fibrosis menjadi korpus albikans.
Korpus luteum lambat laun menjadi korpus albikans. Jika pembuahan terjadi, korpus luteum tetap ada, malahan menjadi lebih besar, sehingga mernpunyai diameter 2,5 cm pada kehamilan 4 bulan.
9. Ampula
Tempat terjadinya fertilisasi, saluran menuju tuba falopi untuk perkembangan zigot.
10. Infundibulum
Chalaziferous region berfungsi sebagai salah satu tempat menyimpan sperma. Yolk berada dalam infundibulum berkisar antara 15-30 menit baik untuk ayam, kalkun maupun puyuh. Perbatasan antara infundibulum dengan magnum disebut sarang spermatozoa.
11. Folikel Atretik
atresia folikuler adalah break-down dari folikel ovarium. Hal ini terjadi terus-menerus sepanjang hidup seorang wanita, saat ia lahir dengan sekitar 2 000 000 folikel dan hanya akan ovulasi sekitar 500 dalam hidupnya.

12. Gonad
Diproduksi di hipotalamus, kemudian dilepaskan, berfungsi menstimulasi hipofisis anterior untuk memproduksi dan melepaskan hormon-hormon gonadotropin (FSH / LH ).
13. Ovary
Fungsi ovarium:
- Sebagai penghasil sel telur / ovum
- Sebagai organ yang menghasilkan hormon (estrogen dan progesteron)
14. Ovum
Sel telur gamet betina yang dihasilkan dari kalenjar endoktrin.
15. Isthmus
Isthmus, merupakan bagian oviduk yang pendek. Isthmus berfungsi sebagai tempat untuk membentuk membran kerabang atau selaput telur. Telur berada di bagian isthmus antara 1-1,5 jam baik pada ayam, kalkun maupun puyuh. Isthmus memiliki karakteristik dindingnya sempit dan tipis, bagian depan yang berdekatan dengan magnum berwarna putih, sedangkan 4 cm terakhir dari isthmus mengandung banyak pembuluh darah sehingga memberikan warna merah.

16. Saluran Reproduksi Wanita
Vagina adalah kanal yang mengarahkan dari luar tubuh menuju cervix , pintu menuju uterus.
- Uterus adalah organ berotot dimana telur yang telah difertilisasi, atau embrio, mengikat diri dan berkembang. Ia berada dalam ukuran dan bentuk sebuah pir serta dilapisi membran yang kaya akan gizi, endometrium .
- Tuba fallopian menjalar dari bagian atas uterus sampai ke bawah menuju ovarium, dua organ yang berukuran seperti kacang walnut yang mengandung telur-telur.

tugas unggas semester 3

Budidaya ayam adalah suatu pengembangan bisnis yang menjajikan di indonesia. karna ayam merupakan bentuk daging yang mempunyai harga ekonomis untuk kalangan ekomi menegah ke bawah sampai ekonomi menegah ke atas , selain itu ayam mepunyai protein yang tinggi untuk kebutuhan balita dan orang dewasa di indonesia. Ayam merupakan jenis unggas yang di gemari oleh semua kalangan baik buat pruduksi atau hoby . contoh ayam untuk produksi yaitu ayam pedaging, ayam potong dan ayam ras, sedangkan untuk tipe jenis ayam untuk hoby yaitu ayam ketawa, ayam bekisar, ayam cemani. Untuk ayam cemani sendiri biasanya digunakan upacara ritual atau acara adat di daerah tertentu.


Ayam pop merupakan ciri khas masakan padang

Dahulu semasa kecil di kampung, makanan yang paling lezat bagi saya adalah apa yang disebut ingkung - yaitu ayam yang dimasak khusus dan dimakan dengan nasi gurih – agak mirip nasi uduk betawi tetapi versi jawa timuran. Ayam ini tidak digoreng dan tidak pakai bumbu penyedap masakan apapun kecuali yang alami – jadi selain lezat pastinya juga sehat. Tetapi kini ingkung tersebut seolah lenyap dari kasanah masakan modern negeri ini, saya hanya bisa merasakan ingkung kembali – kalau pulang kampung dan dimasakin oleh sedikit dari orang-orang sepuh yang masih ada disana.
Sebaliknya masakan dari ayam yang seolah mewabah di mall –mall, food court sampai kaki lima adalah ayam goreng yang dahulu tidak saya kenal semasa kecil, ayam goreng-pun kini di balut oleh tepung yang kadang begitu besar (kelihatannya) – menyembunyikan ayamnya sendiri yang kecil. Dari sisi rasa juga demikian, rasa tepung goreng dan bumbu-bumbu yang dipakai begitu dominannya – sehingga menyembunyikan kelezatan daging ayamnya sendiri. Bahkan rasa daging ayamnya menjadi seperti hambar bila tidak dimakan bersama tepung pembungkusnya.
Inilah dampak dari industrialisasi makanan berbasis ayam yang dipengaruhi oleh budaya asing yang begitu kuatnya merasuk ke negeri ini sampai ke menu makanan kita. Dengan kapital yang begitu perkasa, masakan-masakan yang tadinya asing dapat masuk menguasai pangsa yang sangat besar dari 235 juta penduduk negeri ini. Hal ini juga dipermudah dengan media – yang tentu saja memberi kesempatan seluasnya bagi yang kuat bayar untuk memasang iklan.
Sebaliknya makanan-makanan yang dahulu asing seperti French fries, fried chicken, hod dog, burger, steak dlsb. dlsb. terbangun industrinya dengan dukungan capital market yang besar dan anggaran iklan yang juga luar biasa besar. Bila anak saya saja kini tidak mengenal ingkung, saya tidak akan kaget bila cucu saya nanti tidak mengenal gudeg, soto.
Tetapi sesungguhnya peluang sebaliknya bisa juga terjadi, bila kita menyadarinya kini – bahwa selama beberapa dasawarsa terakhir telah terjadi proses industrialisasi makanan asing yang seperti ‘menjajah’ keaneka ragaman cita rasa masakan asli negeri ini. Kemudian kita dengan semangat yang sungguh-sungguh menggali kembali kekayaan khasanah masakan negeri ini yang luar biasa banyaknya, mengembangkan business modelnya, menyusun dukungan kapitalnya, promosinya dlsb. untuk kemudian bangkit sebagai kekuatan baru dalam industri makanan modern kedepan.
Untuk contoh rasa, sayang saya tidak bisa menemukan orang yang bisa masak ingkung di Jakarta – jadi kalau saya beri contoh ingkung – pembaca akan sulit membayangkannya. Tetapi ada masakan dari ayam yang rasanya mirip ingkung karena sama-sama rasa ayam banget, dia juga tidak dimasak dengan tepung apapun, tidak dimasak dengan penyedap masakan – murni bumbu-bumbu nabati – dan rasanya tidak kalah dengan aneka ayam goreng yang dimasak dengan penyedap masakan. Masakan dari ayam ini biasa ada di rumah-makan-rumah makan padang yaitu yang disebut Ayam Pop.
Dari sekian banyak masakan dari ayam di jaman ini, menurut saya Ayam Pop inilah yang rasanya bener-bener ayam. Maka bila kita tangani dengan baik, kita bangun proses industrialisasi, proses memasaknya dengan standar keamanan pangan tertinggi – bisa jadi Ayam Pop ini akan benar-benar menjadi masakan dari Ayam yang akan nge-Pop kedepan baik di nusantara ini maupun di manca negara.
Peluang untuk ini ada, karena sekarang lagi trend-nya dunia untuk kembali ke yang orisinil – kembali ke alam, kembali ke yang lebih menyehatkan. Apalagi bila ayam pop ini dimasak dari ayam kampung atau ayam organik – maka value proposition -nya sebagai masakan dari ayam yang lezat – yang bener-bener 100% rasa ayam – bukan rasa tepung, dan lagi sehat – maka insyaAllah masakan seperti Ayam Pop ini tidak akan punah seperti punahnya ingkung sekarang – bahkan sebaliknya, siapa tahu kelak ganti anak cucu kita yang menguasai industri masakan dunia karena orisinalitas dan kesehatannya.
Resep untuk membuat ayam pop sebagai berikut
Bahan:
1 ekor ayam buras tanpa kepala dan cakar, potong 4 bagian
4 siung bawang putih, parut
1 sdt garam
2 sdm air jeruk nipis
300 ml air kelapa
minyak sayur
Sambal:
2 sdm minyak untuk menumis
4 sdm air panas
Haluskan:
10 buah cabai merah, rebus
12 butir bawang merah, rebus
200 g tomat merah, rebus
10 mata petai, rebus
1 sdt garam
Cara membuat:
1. Lumuri potongan ayam dengan bawang putih, garam, dan air jeruk nipis. Diamkan selama 1 jam agar meresap.
2. Didihkan air kelapa, masukkan ayam berikut bumbu perendamnya. Masak hingga ayam empuk dan kuah habis. Angkat ayam.
3. Panaskan minyak di atas api sedang. Goreng ayam sebentar, angkat dan tiriskan.
4. Sajikan panas dengan sambal dan daun singkong rebus.
5. Sambal: Panaskan minyak, tumis bumbu halus hingga harum.
6. Tambahkan air, aduk hingga mendidih. Angkat.
Pemasaran ayam pop
Ayam pop biasanya terdapat di rumah makan padang yang ada di daerah di indonesia ,untuk sekitar kota malang sendiri banyaknya rumah makan padang merupakan persaingan bisnis sehingga pemasrannya di letakan di tempat yang strategis yaitu daerah kampus dan sekitarnya contohnya mulai dari arah timur jalan borobdur, soekarno hatta , dinoyo, landung sari dan jalan sumbersari merupkan sentral rumah makan padang yang menyediakan ayam pop.untuk harga yang ekonomis biasanya rumah makan padang memberi tarif harga sesuai dengan kantong mahasiswa yang ada di kota malang.

Selasa, 04 Januari 2011

Sistem pencernaan pada burung dan hewan Mamah Biak (Ruminansia) mata kuliah fisiologi ternak

Sistem pencernaan pada burung dan hewan Mamah Biak (Ruminansia)
 Sistem Pencernaan Pada Burung
Organ pencernaan pada burung terbagi atas saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan. Makanan burung bervariasi berupa biji-bijian, hewan kecil, dan buah-buahan. Saluran pencernaan pada burung terdiri atas:
1) paruh: merupakan modifikasi dari gigi,
2) rongga mulut: terdiri atas rahang atas yang merupakan penghubung antara rongga mulut dan tanduk,
3) faring: berupa saluran pendek, esofagus: pada burung terdapat pelebaran pada bagian ini disebut tembolok, berperan sebagai tempat penyimpanan makanan yang dapat diisi dengan cepat,
4) lambung terdiri atas:
- Proventrikulus (lambung kelenjar): banyak menghasilkan enzim pencernaan, dinding ototnya tipis.
- Ventrikulus (lambung pengunyah/empedal): ototnya berdinding tebal. Pada burung pemakan biji-bijian terdapat kerikil dan pasir yang tertelan bersama makanan vang berguna untuk membantu pencernaan dan disebut sebagai ” hen’s teeth”,
5) intestinum: terdiri atas usus halus dan usus tebal yang bermuara pada kloaka.
Usus halus pada burung terdiri dari duodenum, jejunum dan ileum.
Kelenjar pencernaan burung meliputi: hati, kantung empedu, dan pankreas. Pada burung merpati tidak terdapat kantung empedu.




 Sistem Pencernaan pada Hewan Mamah Biak (Ruminansia)
Hewan-hewan herbivora (pemakan rumput) seperti domba, sapi, kerbau disebut sebagai hewan memamah biak (ruminansia). Sistem pencernaan makanan pada hewan ini lebih panjang dan kompleks. Makanan hewan ini banyak mengandung selulosa yang sulit dicerna oleh hewan pada umumnya sehingga sistem pencernaannya berbeda dengan sistem pencernaan hewan lain. Perbedaan sistem pencernaan makanan pada hewan ruminansia, tampak pada struktur gigi, yaitu terdapat geraham belakang (molar) yang besar, berfungsi untuk mengunyah rerumputan yang sulit dicerna. Di samping itu, pada hewan ruminansia terdapat modifikasi lambung yang dibedakan menjadi 4 bagian, yaitu: rumen (perut besar), retikulum (perut jala), omasum (perut kitab), dan abomasum (perut masam).
Dengan ukuran yang bervariasi sesuai dengan umur dan makanan alamiahnya. Kapasitas rumen 80%, retlkulum 5%, omasum 7-8%, dan abomasums 7-8′/o.Pembagian ini terlihat dari bentuk gentingan pada saat otot spingter berkontraksi. Abomasum merupakan lambung yang sesungguhnya pada hewan ruminansia. Hewan herbivora, seperti kuda, kelinci, dan marmut tidak mempunyai struktur lambung seperti halnya pada sapi untuk fermentasi selulosa. Proses fermentasi atau pembusukan yang dilakukan oleh bakteri terjadi pada sekum yang banvak mengandung bakteri. proses fermentasi pada sekum tidak seefektif fermentasi yang terjadi dilambung. Akibatnya, kotoran kuda, kelinci, dan marmut lebih kasar karena pencernaan selulosa hanya terjadi satu kali, yaitu pada sekum. Sedangkan pada sapi, proses pencernaan terjadi dua kali, yaitu pada lambung dan sekum keduanya dilakukan oleh bakteri dan protozoa tertentu. Adanya bakteri selulotik pada lambung hewan memamah biak merupakan bentuk simbiosis mutualisme yang dapat menghasilkan vitamin B serta asam amino. Di samping itu, bakteri ini dapat ,menghasilkan gas metan (CH4), sehingga dapat dipakai dalam pembuatan biogas sebagai sumber energi altematif.
Sistem pencernaan makanan pada cacing tanah sudah sempurna. Cacing tanah memiliki alat-alat pencernaan mulai dari mulut, kerongkongan, lambung, usus, dan anus. Proses pencernaan dibantu oleh enzim – enzim.
Sumber : http://adikentir.blogspot.com/

Pengenalan dan penggunaan mikroskop

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengenalan dan penggunaan mikroskop
Antony Van Leuwenhoek orang yang pertama kali menggunakan mikroskop walaupun dalam bentuk sederhana pada bidang mikrobiologi. Kemudian pada tahun 1600 Hans dan Z Jansen telah menemukan mikroskop yang lebih maju dengan nama mikroskop ganda. Mikroskop berasal dari kata mikro yang berarti kecil dan scopium (penglihatan). Mikroskop adalah suatu benda yang berguna untuk memberikan bayangan yang diperbesar dari benda-benda yang terlalu kecil untuk dilihat dengan mata telanjang. Mikroskop terdiri dari beberapa bagian yang memiliki fungsi tersendiri.
Mikroskop pada prinsipnya terdiri dari dua lensa cembung yaitu sebagai lensa objektif (dekat dengan mata) dan lensa okuler (dekat dengan benda). Baik objektif maupun okuler dirancang untuk perbesaran yang berbeda. Lensa objektif biasanya dipasang pada roda berputar, yang disebut gagang putar. Setiap lensa objektif dapat diputar ke tempat yang sesuai dengan perbesaran yang diinginkan. Sistem lensa objektif memberikan perbesaran mula-mula dan menghasilkan bayangan nyata yang kemudian diproyeksikan ke atas lensa okuler. Bayangan nyata tadi diperbesar oleh okuler untuk menghasilkan bayangan maya yang kita lihat.
Kebanyakkan mikroskop laboratorium dilengkapi dengan tiga lensa objektif : lensa 16 mm, berkekuatan rendah (10 X); lensa 4 mm, berkekuatan kering tinggi (40-45X); dan lensa celup minyak 1,8 mm (97-100X). Objektif celup minyak memberikan perbesaran tertinggi dari ketiganya. Lensa okuler terletak pada ujung atas mikroskop, terdekat dengan mata. Lensa okuler biasanya mempunyai perbesaran: 5X, 10X, 12,5X dan 15X. Lensa okuler terdiri dari lensa plankonveks yaitu lensa kolektif dan lensa mata.

Sel-sel penyusun jaringan
Sel adalah bagian terkecil dari makhluk hidup. Ukuran sel sangat kecil sehingga untuk melihatnya harus menggunakan alat yang disebut mikroskop. Struktur sel pertama kali diamati oleh seorang berkebangsaan Inggris yang bernama Robert Hooke (1635-1703). Melalui pengamatannya terhadap gabus tutup botol tampak susunan kotak kecil yang teratur. Kotak kecil tersebut dalam bahasa latin disebut cellulae.
Tahun 1829 oleh Hertwig diajukan teori protoplasma, sel adalah kumpulan substansi hidup yang disebut protoplasma dengan di dalamnya mengandung inti yang disebut nukleus dan diluarnya dibatasi oleh dinding sel. Ada beberapa organisme yang struktur selnya tidak jelas, tetapi terdiri atas protoplasma. Berdasarkan jumlah sel yang menyusunnya, tubuh makhluk hidup ada yang tersusun atas satu sel (uniseluler) dan banyak sel (multiseluler).
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas, yaitu:
1. Apa pengertian mikroskop?
2. Apa perbedaan mikroskop monokuler merk yazumi, mikroskop binokuler merk Olympus, Holland, dan Leica ?
1.3 Tujuan Praktikum
Praktikum kali ini bertujuan untuk mengenali bagian-bagian mikroskop, memahami fungsi dan terampil menggunakannya, mengamati susunan jaringan-jaringan dan bentuk-bentuk sel sperma yang telah diawetkan serta memahami perbedaan mikroskop berdasarkan merk.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Mikroskop pertama kali ditemukan oleh Antony Van Leuwenhoek (1632-1723) yang berkebangsaan Belanda, dengan mikroskop yang masing-masing terdiri atas lensa tunggal hasil gosokan rumah yang ditanam dalam kerangka kuningan dan perak. Kekuatan perbesaran tertinggi yang dapat dicapainya hanyalah 200-300 kali, mikroskop ini sedikit sekali persamaannya dengan mikroskop cahaya majemuk yang ada sekarang (Purba, 1999).
Mikroskop pada prinsipnya adalah alat pembesar yang terdiri dari dua lensa cembung yaitu sebagai lensa objektif (dekat dengan mata) dan lensa okuler (dekat dengan benda). Baik objektif maupun okuler dirancang untuk perbesaran yang berbeda. Lensa objektif biasanya dipasang pada roda berputar,yang disebut gagang putar (Volk, 1984).
Bila kita ingin perbesaran sudut yang lebih besar daripada pembesaran kaca pembesar, oleh karena itu keberadaan mikroskop sangat diperlukan. Benda O yang akan diteliti diletakkan pada titik fokus pertama F dari lensa objektif, yang membentuk bayangan nyata dan diperbesar yaitu I. Bayangan ini terletak tepat pada titik fokus pertama F1 dari okuler yang membentuk bayangan semu dari I pada I.
Macam-macam mikroskop, yaitu :
a. Mikroskop Cahaya
Merupakan mikroskop yang mempunyai bagian – bagian yang terdiri dari alat-alat yang bersifat optik, berguna untuk mengamati benda-benda atau preparat yang transparan. Suatu variasi dari mikroskop cahaya biasa ialah mikroskop ultraviolet, karena cahaya ultraviolet tak dapat dilihat oleh mata manusia maka bayangan benda harus direkam pada piringan peka cahaya. Mikroskop ini menggunakan lensa kuarsa.

b. Mikroskop Pendar
Mikroskop ini dapat digunakan untuk mendeteksi benda asing atau antigen dalam jaringan.
c. Mikroskop Medan Gelap
Mikroskop ini digunakan untuk mengamati bakteri hidup, khususnya bakteri yang begitu tipis yang hampir mendekati batas daya pisah mikroskop majemuk.
d. Mikroskop Fasekontras
Mikroskop ini digunakan untuk mengamati benda hidup dalam keadaan alaminya, tanpa menggunakan bahan pewarna. Pada bawah meja objeknya dan pada lensa objektifnya terpasang perlengkapan fase kontras.
e. Mikroskop Elektron
Banyak komponen sel seperti mitokondria, ribosom dan retikulum endoplasma yang begitu kecil tidak bisa dilihat secara detail dengan mikroskop biasa. Mereka hanya bisa melihat dengan mikroskop elektron (Kamajaya, 1996).
d. Mikroskop Elektron Pemayaran
Mikroskop ini menggunakan berkas elektron, tetapi yang seharusnya ditransmisikan secara serempak ke seluruh medan elektron difokuskan sebagai titik yang sangat kecil dan dapat digerakkan maju mundur pada spesimen (Winatasasmita, 1986).
Sel adalah segumpal protoplasma yang berinti, sebagai individu yang berfungsi menyelenggarakan seluruh aktivitas untuk kebutuhan hidupnya. Sel itu setelah tumbuh dan berdeferensiasi, akan berubah bentuknya sesuai dengan fungsinya, ada yang menjadi epidermis berfungsi untuk melindungi sel-sel sebelah dalamnya ada yang menjadi tempat penyediaan makanan, ada yang berfungsi menjadi tempat persediaan makanan dan lain-lain (Yekti, 1994).
Ada tiga keistimewaan yang khas pada sel tumbuhan : dinding sel dengan selulosa, vakuola (yang memberi tekanan dan memperbesar volume serta luas permukaan meskipun dengan protoplasma sedikit), dan plastida, khususnya kloroplas. Vakuola dapat ditemui pada anggota kelima dunia, namun vakuola besar di pusat sel ada pada hampir semua sel tumbuhan, cendawan, dan beberapa protista. Kloroplas hanya terdapat pada tumbuhan dan beberapa protista (bergantung pada golongannya) (Suwasono, 1987).
Sel sendiri sebagai dasar menyusun suatu organisme yang terdiri dari inti (nukleus) yang terbungkus oleh membran atau struktur serupa tanpa membran. Tidak ada kehidupan dalam satuan yang lebih kecil dari pada sel. Sel terbentuk hanya dengan pembelahan sel-sel sebelumnya. Sel dicirikan oleh adanya molekul makro khusus, seperti pati dan selulosa, yang terjadi dari ratusan sampai ribuan gula atau molekul lain selain itu sel juga dapat dicirikan oleh adanya molekul makro seperti protein dan asam nukleat baik DNA atau RNA yang tersusun sebagai rantai yang terdiri dari ratusan sampai ribuan molekul. Pada tumbuhan istilah sel meliputi protoplasma dan dinding sel yang ada sedangkan pada organisme multi sel yang ada membentuk struktur kompleks yaitu jaringan dan organ. Sel pada organisme multi sel tidak sama satu dengan lainnya tetapi masing-masing mempunyai struktur dan fungsi yang berbeda. Pada awalnya struktur dinding sel yang ada pada tumbuhan dianggap sebagai sel mati hasil ekskresi zat hidup dalam sel akan tetapi baru-baru ini makin banyak ditemui bukti bahwa ada satuan organik yang ada diantara protoplasma dan dinding, khususnya pada sel muda (Kamajaya, 1996).
Meskipun antara sel hewan dan sel tumbuhan berbeda namun terdapat persamaan-persamaan dasar tertentu mengenai sifat, bentuk, dan fungsi dari bagian sel tersebut. Secara umum bagian-bagian sel tersebut adalah membran sel, sitoplasma, mitokondria, retikulum endoplasma, aparatus golgi, lisosom, plastida, kloroplas, sentrosom, ribosom, vakuola, inti sel, membran inti, mikrofilamen, dan dinding sel (Suwasono, 1987).




BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 21 Mei 2010 pukul 15.00-16.00, bertempat di Laboratorium Dasar Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah: Mikroskop cahaya binokuler dan monokuler merk yazumi, olympus, holland, dan leica, pipet mikrometer.
Bahan-bahan yang digunakan adalah awetan sperma dan sel tumbuhan.
3.3 Prosedur Kerja
A. Pengenalan Mikroskop
1. Mencari bidang penglihatan
a. Tabung dinaikkan menggunakan makrometer (pemutar kasar), sehingga lensa objektif tidak membentur meja atau panggung bila revolver diputar-putar.
b. Lensa objektif di tempatkan pembesaran lemah (4 X atau 10 X) dengan memutar revolver sampai berbunyi klik (posisinya satu poros dengan lensa okuler).
c. Membuka diafragma sebesar-besarnya dengan menarik tangkainya ke belakang.
d. Mengatur letak cermin sedemikian rupa ke arah cahaya, sehingga terlihat lingkaran (lapangan pandang) yang sangat terang di dalam lensa okuler. Mikroskop siap digunakan.

2. Mencari bayangan sediaan
a. Menaikkan tabung mikroskop menggunakan makrometer, sehingga jarak antara lensa objektif dengan permukaan meja ± 3 cm.
b. Meletakkan sediaan yang akan diamati di tengan-tengah lubang meja benda, menggunakan penjepit sediaan agar tidak tergeser.
c. Memutar makrometer ke belakang sampai penuh (hati-hati), sambil menempatkan roda sediaan tepat di bawah lensa objektif, hingga jarak antara ujung lensa objektif dengan permukaan atas kaca penutup hanya ± 1 mm.
d. Membidik mata ke lensa okuler sambil memutar makrometer ke depan searah jarum jam secara hati-hati sampai tampak bayangan yang jelas.
e. Memutar revolver dan lensa objektif yang sesuai untuk mendapatkan pembesaran yang kuat. Kemudian memainkan fungsi mikrometer secara perlahan dan hati-hati. (Bila menggunakan lensa objektif 100x, maka di atas sediaan perlu ditetesi minyak imersi dahulu).
3. Memelihara Mikroskop
a. Mengangkat dan membawa mikroskop harus selalu dalam posisi tegak, dengan satu tangan memegang erat pada lengan mikroskop dan tangan yang lain menyangga pada dasar atau kakinya.
b. Mencondongkan posisi tabung, cukup dilakukan dengan memutar engsel penggerak sebagai titik putar. Menegakkan kembali setelah selesai.
c. Mengusahakan agar lensa objektif lemah (4x atau 10x) berada satu poros di bawah lensa okuler. Mengatur kedudukan tabung sedemikian rupa sehingga ujung lensa objektif lemah berjarak ± 1cm dari atas meja benda.
d. Mengatur kedudukan penjepit sediaan dengan rapi dan cermat pada posisi tegak agar debu tidak banyak menempel.
e. Membersihkan sisa minyak imersi dengan menggunakan cairan Xilol sesegera mungkin setelah pengamatan dengan menggunakan minyak imersi telah berakhir, dan mengeringkan dengan kain lap yang bersih.
f. Membersihkan lensa atau bagian lainnya dengan kain lap yang bersih dari bahan halus (flenel) setiap akan menggunakan mikroskop.
4. Pengukuran Mikroskopis atau Mikrometri
Untuk mengetahui ukuran objek yang diamati dengan mikroskop dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu yang disebut Mikrometer Objektif dan Mikrometer Okuler.













4.2 Pembahasan
Mikroskop cahaya merupakan suatu alat yang mempunyai bagian-bagian tertentu, yaitu terdiri dari alat-alat optik dan non optik yang digunakan untuk mengamati benda-benda yang mikroskopis dan transparan. Mikroskop cahaya mempunyai keuntungan yaitu hemat terhadap penggunaan listrik. Daya pisah adalah kemampuan mikroskop untuk secara jelas dan terpisah dalam membedakan dua titik yang berdekatan yang tanpa mikroskop terlihat sebagai satu titik dan dikatakan sebagai jarak terkecil diantara dua titik yang terlihat sebagai dua titik bukannya satu titik. Hal inilah yang membedakan mikroskop canggih dari mikroskop cahaya.
Dari hasil percobaan dan penelitian yang telah dilaksanakan maka diperoleh hasil yaitu, mikroskop terdiri atas bagian-bagian yang masing-masing bagian tersebut mempunyai fungsi tersendiri. Lensa okuler berfungsi untuk memperbesar bayangan yang bersifat maya dan tegak. Lensa objektif berfungsi untuk mengatur pembesaran ukuran untuk kekuatan 4x, 10x, 40x dan 100x. Kondensor berfungsi untuk mengatur bayangan yang akan diamati atau untuk menaikkan dan menurunkan kondensor. Reflektor berfungsi untuk menerima cahaya yang masuk atau dapat memperjelas cahaya yang akan datang. Tubuh mikroskop berfungsi untuk tempat terjadinya proses bayangan antara lensa objektif dengan lensa okuler. Makrofokus berfungsi untuk mengatur jarak okuler objektif sehingga tepat fokusnya secara kasar dan jelas. Mikrofokus berfungsi untuk mengatur jarak okuler sehingga tepat fokusnya secara tajam. Revolver berfungsi sebagai tempat lensa objektif. Meja objek berfungsi untuk meletakkan preparat yang akan diamati. Penjepit berfungsi untuk memperkokoh kedudukan preparat agar tidak goyang. Pengatur kondensor berfungsi sebagai pengatur letak lensa kondensor terhadap preparat. Pemegang(lengan) berfungsi untuk memegang mikroskop. Diafragma berfungsi mengatur cahaya yang masuk dalam mikroskop. Kaki atau dasar berfungsi untuk memperkokoh kedudukan mikroskop. Sekrup engsel berfungsi menyesuaikan mikroskop yang baik.
Satuan terkecil dalam tumbuhan adalah sel, suatu wadah kecil berisi substansi hidup, yaitu protoplasma, dan diselubungi oleh dinding sel. Dalam setiap sel hidup berlangsung proses metabolisme. Dinding sel melekat pada yang lain dengan adanya perekat antar sel. Pengelompokkan sel seperti itu, yang berbeda struktur atau fungsinya atau keduanya dari kelompok sel lain, disebut jaringan. Jaringan secara umum terdiri dari sel-sel yang sama bentuk serta fungsinya disebut jaringan sederhana. Jaringan yang terdiri atas lebih dari satu macam sel namun asalnya sama disebut jaringan kompleks majemuk.


Perbedaan mikroskop berdasarkan merk:
No. Jenis Mikroskop / merk Hasil Pengamatan
1. Mikroskop monokuler Yazumi
2. Mikroskop binokuler Olympus
3. Mikroskop binokuler Holland
4. Mikroskop binokuler Leica


















BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1. Mikroskop adalah suatu benda yang berguna untuk memberikan bayangan yang diperbesar dari benda-benda yang terlalu kecil untuk dilihat dengan mata telanjang.
2. Sel tumbuhan memiliki bentuk dinding sel tetap yang terdiri dari selulosa.
3. Sel adalah satuan massa protoplasma yang terbungkus di dalam suatu selaput, yang dikenal sebagai membran plasma, dan sering terbungkus oleh suatu dinding yang dapat dikatakan tahan lama.
4. Sel terdiri atas sitoplasma, membran sel, dan organel–organel yang ada di dalam sitoplasma.
5. sel sperma memiliki tiga bagian yaitu kepala, badan, dan ekor.
5.2 Saran
Sebaiknya di dalam pelaksanaan praktikum kali ini waktu yang telah ditetapkan digunakan sebaik-baiknya sehingga praktikum dapat berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan. Selain itu kerja sama antara asisten dengan praktikan harus ditingkatkan, terutama dalam membimbing praktikan agar praktikan dapat dengan benar dan sungguh-sungguh dalam melaksanakan praktikum.



DAFTAR PUSTAKA
Anshory, I. 1984. Biologi umum. Genesa Exact. Bandung.
Kamajaya.1996. Sains Biologi. Ganesa Exact. Bandung.
Pramesti, Hening Tjaturina. 2000. Mikroskop dan Sel FK. Unlam. Banjarbaru.
Purba, M dan kawan-kawan. 1999. Kimia. Erlangga. Jakarta.
Sowasono, Haddy. 1987. Biologi Pertanian. Rajawali Press. Jakarta.
Volk dan Wheeler. 1984. Mikrobiologi Dasar Edisi Kelima Jilid I. Erlangga. Jakarta.
Winatasasmita, Djamhur. 1986. Fisiologi Hewan dan Tumbuhan. Universitas Indonesia. Jakarta.
Yekti, S. 1994. Biologi Umum. Erlangga. Jakarta.

Hijauan segar untuk ternak ruminansia

Hijauan segar untuk ternak ruminansia

Hijauan yang diberikan pada kambing dapat berupa daun lantoro, gamal dan daun nangka. Bila berdasarkan bahan kering, pemberian hijauan sebaiknya mencapai 3% dari berat badan atau 10-15% berat badan dalam bentuk segar. Sementara konsentrat dapat disusun dari bungkil kelapa, bungkil kedelai, dedak, tepung ikan serta ditambah mineral dan vitamin. Kandungan protein dalam konsentrat berkisar 16%. Selain pakan, kambing juga perlu diberi garam beriodium, bisa berbentuk Urea Molasses Block (UMB) yang digantung di dalam kandang. Air minum harus selalu tersedia (Susilorini dkk. Budidaya 22 ternak potensial, Penebar Swadaya, 2008).

Idealnya ransum komplit diberikan sekitar 3% dari bobot hidup ternak per hari. Dengan jumlah pakan tersebut, sapi tidak lagi memerlukan HMT atau rumput. Namun sebagian petani ternyata masih memberikan rumput. Sebagai contoh,jika ternak diberi pakan komplit 1,5% dari bobot hidup per hari,
peternak tinggal memberi rumput 50% dari kebutuhan semestinya.

Pakan konsentrat merupakan pakan tambahan, konten nutrisi yang baik pada pakan konsentrat adalah mengandung serat kasar (SK) <18%, kandungan zat pembentuk energy (TDN)> 60% dan mengandung protein kering tinggi.

Penelitian terdiri atas kajian kecernaan zat makanan ransum dan kajian pengaruh ransum terhadap produktifitas kambing betina. Ransum terdiri atas 65% konsentrat dan 35% rumput gajah atau jerami padi fermentasi berdasarkan bahan kering dengan kandungan protein kasar ransum 10%. Bahan penyusun konsentrat
adalah dedak padi, pollard, bungkil kelapa,bungkil inti sawit, bungkil kedele, onggok, urea,molases dan campuran mineral. Jerami padi yang digunakan dalam ransum telah difermentasi dengan menggunakan urea sebanyak 2500 g/ton dan probiotik sebanyak 2500 g/ton selama 3 minggu. Probiotik yang digunakan diproduksi di Balai Penelitian Ternak Bogor. Ransum perlakuan adalah (1) konsentrat+ jerami padi fermentasi potong (KJP), (2)konsentrat + jerami padi fermentasi giling(KJG) dan (3) konsentrat + rumput gajah(KRG).

Senin, 03 Januari 2011

Download karkas potongan daging

ITIK ALABIO

BUDIDAYA TERNAK I T I K
( Anas spp. )
1. SEJARAH SINGKAT
Itik dikenal juga dengan istilah Bebek (bhs.Jawa). Nenek moyangnya berasal dari Amerika Utara merupakan itik liar ( Anas moscha) atau Wild mallard. Terus menerus dijinakkan oleh manusia hingga jadilah itik yang diperlihara sekarang yang disebut Anas domesticus (ternak itik).
2. SENTRA PERIKANAN
Secara internasional ternak itik terpusat di negara-negara Amerika utara, Amerika Selatan, Asia, Filipina, Malaysia, Inggris, Perancis (negara yang mempunyai musim tropis dan subtropis). Sedangkan di Indonesia ternak itik terpusatkan di daerah pulau Jawa (Tegal, Brebes dan Mojosari), Kalimantan (Kecamatan Alabio, Kabupaten Amuntai) dan Bali serta Lombok.
3. JENIS
Klasifikasi (penggolongan) itik, menurut tipenya dikelompokkan dalam 3 (tiga) golongan, yaitu:
1)
Itik petelur seperti Indian Runner, Khaki Campbell, Buff (Buff Orpington) dan CV 2000-INA;
2)
Itik pedaging seperti Peking, Rouen, Aylesbury, Muscovy, Cayuga;
3)
Itik ornamental (itik kesayangan/hobby) seperti East India, Call (Grey Call), Mandariun, Blue Swedish, Crested, Wood.
Jenis bibit unggul yang diternakkan, khususnya di Indonesia ialah jenis itik petelur seperti itik tegal, itik khaki campbell, itik alabio, itik mojosari, itik bali, itik CV 2000-INA dan itik-itik petelur unggul lainnya yang merupakan produk dari BPT (Balai Penelitian Ternak) Ciawi, Bogor.
4. MANFAAT
1)
Untuk usaha ekonomi kerakyatan mandiri.
2)
Untuk mendapatkan telur itik konsumsi, daging, dan juga pembibitan ternak itik.
3)
Kotorannya bisa sebagai pupuk tanaman pangan/palawija.
4)
Sebagai pengisi kegiatan dimasa pensiun.
5)
Untuk mencerdaskan bangsa melalui penyediaan gizi masyarakat.
5. PERSYARATAN LOKASI
Mengenai lokasi kandang yang perlu diperhatikan adalah: letak lokasi lokasi jauh dari keramaian/pemukiman penduduk, mempunyai letak transportasi yang mudah dijangkau dari lokasi pemasaran dan kondisi lingkungan kandang mempunyai iklim yang kondusif bagi produksi ataupun produktivitas ternak. Itik serta kondisi lokasi tidak rawan penggusuran dalam beberapa periode produksi.
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
Sebelum seorang peternak memulai usahanya, harus menyiapkan diri, terutama dalam hal pemahaman tentang pancausaha beternak yaitu (1). Perkandangan; (2). Bibit Unggul; (3). Pakan Ternak; (4). Tata Laksana dan (5). Pemasaran Hasil Ternak.
6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
1)
Persyaratan temperatur kandang ± 39 oC.
2)
Kelembaban kandang berkisar antara 60-65%
3)
Penerangan kandang diberikan untuk memudahkan pengaturan kandang agar tata kandang sesuai dengan fungsi bagian-bagian kandang
4)
Model kandang ada 3 (tiga) jenis yaitu:
a.
kandang untuk anak itik (DOD) oada masa stater bisa disebut juga kandang box, dengan ukuran 1 m2 mampu menampung 50 ekor DOD
b.
kandang Brower (untuk itik remaja) disebut model kandang Ren/kandang kelompok dengan ukuran 16-100 ekor perkelompok
c.
kandang layar ( untuk itik masa bertelur) modelnya bisa berupa kandang baterei ( satu atau dua ekor dalam satu kotak) bisa juga berupa kandang lokasi ( kelompok) dengan ukuran setiap meter persegi 4-5 ekor itik dewasa ( masa bertelur atau untuk 30 ekor itik dewasa dengan ukuran kandang 3 x 2 meter).
5)
Kondisi kandang dan perlengkapannya
Kondisi kandang tidak harus dari bahan yang mahal tetapi cukup sederhana asal tahan lama (kuat). Untuk perlengkapannya berupa tempat makan, tempat minum dan mungkin perelengkapan tambahan lain yang bermaksud positif dalam managemen
6.2. Pembibitan
Ternak itik yang dipelihara harus benar-benar merupakan ternak unggul yang telah diuji keunggulannya dalam memproduksi hasil ternak yang diharapkan.
1)
Pemilihan bibit dan calon induk
Pemilihan bibit ada 3 ( tiga) cara untuk memperoleh bibit itik yang baik adalah sebagai berikut :
a.
membeli telur tetas dari induk itik yang dijamin keunggulannya
b.
memelihara induk itik yaitu pejantan + betina itik unggul untuk mendapatkan telur tetas kemudian meletakannya pada mentok, ayam atau mesin tetas
c.
membeli DOD (Day Old Duck) dari pembibitan yang sudah dikenal mutunya maupun yang telah mendapat rekomendasi dari dinas peternakan setempat.Ciri DOD yang baik adalah tidak cacat (tidak sakit) dengan warna bulu kuning mengkilap.
2)
Perawatan bibit dan calon induk
a.
Perawatan Bibit
Bibit (DOD) yang baru saja tiba dari pembibitan, hendaknya ditangani secara teknis agar tidak salah rawat. Adapun penanganannya sebagai berikut: bibit diterima dan ditempatkan pada kandang brooder (indukan) yang telah dipersiapkan sebelumnya. Dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam brooder adalah temperatur brooder diusahakan yang anak itik tersebar secara merata, kapasitas kandang brooder (box) untuk 1 m2 mampu menampung 50 ekor DOD, tempat pakan dan tempat minum sesuai dengan ketentuan yaitu jenis pakan itik fase stater dan minumannya perlu ditambah vitamin/mineral.
b.
Perawatan calon Induk
Calon induk itik ada dua macam yaitu induk untuk produksi telur konsumsi dan induk untuk produksi telur tetas. Perawatan keduanya sama saja, perbedaannya hanya pada induk untuk produksi telur tetas harus ada pejantan dengan perbandingan 1 jantan untuk 5 – 6 ekor betina.
3)
Reproduksi dan Perkawinan
Reproduksi atau perkembangbiakan dimaksudkan untuk mendapatkan telur tetas yang fertil/terbuahi dengan baik oleh itik jantan. Sedangkan sistem perkawinan dikenal ada dua
macam yaitu itik hand mating/pakan itik yang dibuat oleh manusia dan nature mating (perkawinan itik secara alami).
6.3. Pemeliharaan
1)
Sanitasi dan Tindakan Preventif
Sanitasi kandang mutlak diperlukan dalam pemeliharaan itik dan tindakan preventif (pencegahan penyakit) perlu diperhatikan sejak dini untuk mewaspadai timbulnya penyakit.
2)
Pengontrol Penyakit
Dilakukan setiap saat dan secara hati-hati serta menyeluruh. Cacat dan tangani secara serius bila ada tanda-tanda kurang sehat pada itik.
3)
Pemberian Pakan
Pemberian pakan itik tersebut dalam tiga fase, yaitu fase stater (umur 0–8 minggu), fase grower (umur 8–18 minggu) dan fase layar (umur 18–27 minggu). Pakan ketiga fase tersebut berupa pakan jadi dari pabrik (secara praktisnya) dengan kode masing-masing fase.
Cara memberi pakan tersebut terbagi dalam empat kelompok yaitu:
a.
umur 0-16 hari diberikan pada tempat pakan datar (tray feeder)
b.
umur 16-21 hari diberikan dengan tray feeder dan sebaran dilantai
c.
umur 21 hari sampai 18 minggu disebar dilantai.
d.
umur 18 minggu–72 minggu, ada dua cara yaitu 7 hari pertama secara pakan peralihan dengan memperhatikan permulaan produksi bertelur sampai produksi mencapai 5%. Setelah itu pemberian pakan itik secara ad libitum (terus menerus). Dalam hal pakan itik secara ad libitum, untuk menghemat pakan biaya baik tempat ransum sendiri yang biasa diranum dari bahan-bahan seperti jagung, bekatul, tepung ikan, tepung tulang, bungkil feed suplemen.
e.
Pemberian probiotik MigroSUPLEMEN pada itik muda dicampur pada air minum. Cara pemberiannya adalah sebagai berikut :

Umur 1 – 7 hari : Pemakaian MigroSUPLEMEN adalah 30ml /hari/1000 ekor.

Umur 8 – 14 hari : Pemakaian MigroSUPLEMEN adalah 60ml /hari/1000 ekor.

Umur 15 – 20 hari : Pemakaian MigroSUPLEMEN adalah 90ml /hari/1000 ekor.

Umur 21 keatas : Pemakaian MigroSUPLEMEN adalah 100ml /hari/1000 ekor. Diberikan hanya 2 hari sekali.
f.
Itik yang sudah memproduksi telur, probiotik MigroSUPLEMENdiberikan setiap 2 hari sekali (pagi atau sore hari) dengan dosis 120ml/2hari sekali/1000 ekor. Diberikan pada air minum atau dicampurkan pada pakan.
g.
Bila sedang aplikasi vaksin, pemberian probiotik MigroSUPLEMENpada hari tersebut dihentikan, diberikan kembali keesokan harinya.
Pemberian minuman itik, berdasarkan pada umur itik juga yaitu :
a.
umur 0-7 hari, untuk 3 hari pertama air minum ditambah vitamin dan mineral, tempatnya asam seperti untuk anak ayam.
b.
umur 7-28 hari, tempat minum dipinggir kandang dan air minum diberikan secara ad libitum (terus menerus)
c.
umur 28 hari-afkir, tempat minum berupa empat persegi panjang dengan ukuran 2 m x 15 cm dan tingginya 10 cm untuk 200-300 ekor. Tiap hari dibersihkan.
4)
Pemeliharaan Kandang
Kandang hendaknya selalu dijaga kebersihannya dan daya gunanya agar produksi tidak terpengaruh dari kondisi kandang yang ada.
7. HAMA DAN PENYAKIT
Secara garis besar penyakit itik dikelompokkan dalam dua hal yaitu:
1)
penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti virus, bakteri dan protozoa
2)
penyakit yang disebabkan oleh defisiensi zat makanan dan tata laksana perkandangan yang kurang tepat
Adapun jenis penyakit yang biasa terjangkit pada itik adalah:
1)
Penyakit Duck Cholera
Penyebab: bakteri Pasteurela avicida. Gejala: mencret, lumpuh, tinja kuning kehijauan. Pengendalian: sanitasi kandang,pengobatan dengan suntikan penisilin pada urat daging dada dengan dosis sesuai label obat.
2)
Penyakit Salmonellosis
Penyebab: bakteri typhimurium.Gejala: pernafasan sesak, mencret. Pengendalian: sanitasi yang baik, pengobatan dengan furazolidone melalui pakan dengan konsentrasi 0,04% atau dengan sulfadimidin yang dicampur air minum, dosis disesuaikan dengan label obat.
8. PANEN
8.1. Hasil Utama
Hasil utama, usaha ternak itik petelur adalah telur itik
8.2. Hasil Tambahan
Hasil tambah berupa induk afkir, itik jantan sebagai ternak daging dan kotoran ternak sebagai pupuk tanam yang berharga
9. PASCAPANEN
Kegiatan pascapanen yang bias dilakukan adalah pengawetan. Dengan pengawetan maka nilai ekonomis telur itik akan lebih lama dibanding jika tidak dilakukan pengawetan. Telur yang tidak diberikan perlakuan pengawetan hanya dapat tahan selama 14 hari jika disimpan pada temperatur ruangan bahkan akan segera membusuk. Adapun perlakuan pengawetan terdiri dari 5 macam, yaitu:
a)
Pengawetan dengan air hangat
Pengawetan dengan air hangat merupakan pengawetan telur itik yang paling sederhana. Dengan cara ini telur dapat bertahan selama 20 hari.
b)
Pengawetan telur dengan daun jambu biji
Perendaman telur dengan daun jambu biji dapat mempertahankan mutu telur selama kurang lebih 1 bulan. Telur yang telah direndam akan berubah warna menjadi kecoklatan seperti telur pindang.
c)
Pengawetan telur dengan minyak kelapa
Pengawetan ini merupakan pengawetan yang praktis. Dengan cara ini warna kulit telur dan rasanya tidak berubah.
d)
Pengawetan telur dengan natrium silikat
Bahan pengawetan natrium silikat merupkan cairan kental, tidak berwarna, jernih, dan tidak berbau. Natirum silikat dapat menutupi pori kulit telur sehingga telur awet dan tahan lama hingga 1,5 bulan. Adapun caranya adalah dengan merendam telur dalam larutan natrium silikat10% selama satu bulan.
e)
Pengawetan telur dengan garam dapur
Garam direndam dalam larutan garam dapur (NaCl) dengan konsentrasi 25- 40% selama 3 minggu.
10.2.Gambaran Peluang Agribisnis
Telur dan daging itik merupakan komoditi ekspor yang dapat memberikan keuntungan besar. Kebutuhan akan telur dan daging pasar internasional sangat besar dan masih tidak seimbang dari persediaan yang ada. Hal ini dapat dilihat bahwa baru dua negara Thailand dan Malaysia yang menjadi negara pengekspor terbesar. Hingga saat ini budidaya itik masih merupakan komoditi yang menjanji untuk dikembangkan secara intensif.

ilmu tanaman makanan ternak IPTP

Bahan Organik

Pengertian

Bahan organik merupakan bahan-bahan yang dapat diperbaharui, didaur ulang, dirombak oleh bakteri-bakteri tanah menjadi unsur yang dapat digunakan oleh tanaman tanpa mencemari tanah dan air. Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan organik demikian berada dalam pelapukan aktif dan menjadi mangsa serangan jasad mikro. Sebagai akibatnya bahan tersebut berubah terus dan tidak mantap sehingga harus selalu diperbaharui melalui penambahan sisa-sisa tanaman atau binatang.
Sumber Bahan Organik
Sumber primer bahan organik adalah jaringan tanaman berupa akar, batang, ranting, daun, dan buah. Bahan organik dihasilkan oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis sehingga unsur karbon merupakan penyusun utama dari bahan organik tersebut. Unsur karbon ini berada dalam bentuk senyawa-senyawa polisakarida, seperti selulosa, hemiselulosa, pati, dan bahan- bahan pektin dan lignin. Selain itu nitrogen merupakan unsur yang paling banyak terakumulasi dalam bahan organik karena merupakan unsur yang penting dalam sel mikroba yang terlibat dalam proses perombakan bahan organik tanah. Jaringan tanaman ini akan mengalami dekomposisi dan akan terangkut ke lapisan bawah serta diinkorporasikan dengan tanah. Tumbuhan tidak saja sumber bahan organik, tetapi sumber bahan organik dari seluruh makhluk hidup.
Sumber sekunder bahan organik adalah fauna. Fauna terlebih dahulu harus menggunakan bahan organik tanaman setelah itu barulah menyumbangkan pula bahan organik. Bahan organik tanah selain dapat berasal dari jaringan asli juga dapat berasal dari bagian batuan.

Perbedaan sumber bahan organik tanah tersebut akan memberikan perbedaan pengaruh yang disumbangkannya ke dalam tanah. Hal itu berkaitan erat dengan komposisi atau susunan dari bahan organik tersebut. Kandungan bahan organik dalam setiap jenis tanah tidak sama. Hal ini tergantung dari beberapa hal yaitu; tipe vegetasi yang ada di daerah tersebut, populasi mikroba tanah, keadaan drainase tanah, curah hujan, suhu, dan pengelolaan tanah. Komposisi atau susunan jaringan tumbuhan akan jauh berbeda dengan jaringan binatang. Pada umumnya jaringan binatang akan lebih cepat hancur daripada jaringan tumbuhan. Jaringan tumbuhan sebagian besar tersusun dari air yang beragam dari 60-90% dan rata-rata sekitar 75%. Bagian padatan sekitar 25% dari hidrat arang 60%, protein 10%, lignin 10-30% dan lemak 1-8%. Ditinjau dari susunan unsur karbon merupakan bagian yang terbesar (44%) disusul oleh oksigen (40%), hidrogen dan abu masing-masing sekitar 8%. Susunan abu itu sendiri terdiri dari seluruh unsur hara yang diserap dan diperlukan tanaman kecuali C, H dan O.
Humus

Humus merupakan salah satu bentuk bahan organik. Jaringan asli berupa tubuh tumbuhan atau fauna baru yang belum lapuk terus menerus mengalami serangan-serangan jasad mikro yang menggunakannya sebagai sumber energinya dan bahan bangunan tubuhnya. Hasil pelapukan bahan asli yang dilakukan oleh jasad mikro disebut humus.Humus biasanya berwarna gelap dan dijumpai terutama pada lapisan tanah atas. Definisi humus yaitu fraksi bahan organik tanah yang kurang lebih stabil, sisa dari sebagian besar residu tanaman serta binatang yang telah terdekomposisikan.
Humus merupakan bentuk bahan organik yang lebih stabil, dalam bentuk inilah bahan organik banyak terakumulasi dalam tanah. Humus memiliki kontribusi terbesar terhadap durabilitas dan kesuburan tanah. Humuslah yang aktif dan bersifat menyerupai liat, yaitu bermuatan negatif. Tetapi tidak seperti liat yang kebanyakan kristalin, humus selalu amorf (tidak beraturan bentuknya).
Humus merupakan senyawa rumit yang agak tahan lapuk (resisten), berwarna coklat, amorf, bersifat koloidal dan berasal dari jaringan tumbuhan atau hewan yang telah diubah atau dibentuk oleh berbagai jasad mikro. Humus tidaklah resisten sama sekali terhadap kerja bakteri. Mereka tidak stabil terutama apabial terjadi perubahan regim suhu, kelembapan dan aerasi.Adanya humus pada tanah sangat membantu mengurangi pengaruh buruk liat terhadap struktur tanah, dalam hal ini humus merangsang granulasi agregat tanah. Kemampuan humus menahan air dan ion hara melebihi kemampuan liat. Tinggi daya menahan (menyimpan) unsur hara adalah akibat tingginya kapasitas tukar kation dari humus, karena humus mempunyai beberapa gugus yang aktif terutama gugus karboksil. Dengan sifat demikian keberadaan humus dalam tanah akan membantu meningkatkan produktivitas tanah.
Sifat dan Ciri Humus
• Bersifat koloidal seperti liat tetapi amorfous.
• Luas permukaan dan daya jerap jauh melebihi liat.
• Kapasitas tukar kation 150-300 me/100 g, liat hanya 8-100 me/100 g.
• Daya jerap air 80-90% dari bobotnya, liat hanya 15-20%.
• Daya kohesi dan plastisitasnya rendah sehingga mengurangi sifat lekat dari liat dan membantu granulasi agregat tanah.
• Misel humus tersusun dari lignin, poliuronida, dan protein liat yang didampingi oleh C, H, O, N, S, P dan unsur lainnya.
• Muatan negatif berasal dari gugus -COOH dan -OH yang tersembul di pinggiran dimana ion H dapat digantikan oleh kation lain.
• Mempunyai kemampuan meningkatkan unsur hara tersedia seperti Ca, Mg, dan K.
1. Merupakan sumber energi jasad mikro.
2. Memberikan warna gelap pada tanah.
Faktor yang Mempengaruhi Bahan Organik Tanah
Diantara sekian banyak faktor yang mempengaruhi kadar bahan organik dan nitrogen tanah, faktor yang penting adalah kedalaman tanah, iklim, tekstur tanah dan drainase.
Kedalaman lapisan menentukan kadar bahan organik dan N. Kadar bahan organik terbanyak ditemukan di lapisan atas setebal 20 cm (15-20%). Semakin ke bawah kadar bahan organik semakin berkurang. Hal itu disebabkan akumulasi bahan organik memang terkonsentrasi di lapisan atas.
Faktor iklim yang berpengaruh adalah suhu dan curah hujan. Makin ke daerah dingin, kadar bahan organik dan N makin tinggi. Pada kondisi yang sama kadar bahan organik dan N bertambah 2 hingga 3 kali tiap suhu tahunan rata-rata turun 100C. bila kelembaban efektif meningkat, kadar bahan organik dan N juga bertambah. Hal itu menunjukkan suatu hambatan kegiatan organisme tanah.
Tekstur tanah juga cukup berperan, makin tinggi jumlah liat maka makin tinggi kadar bahan organik dan N tanah, bila kondisi lainnya sama. Tanah berpasir memungkinkan oksidasi yang baik sehingga bahan organik cepat habis.
Pada tanah dengan drainase buruk, dimana air berlebih, oksidasi terhambat karena kondisi aerasi yang buruk. Hal ini menyebabkan kadar bahan organik dan N tinggi daripada tanah berdrainase baik. Disamping itu vegetasi penutup tanah dan adanya kapur dalam tanah juga mempengaruhi kadar bahan organik tanah. Vegetasi hutan akan berbeda dengan padang rumput dan tanah pertanian. Faktor-faktor ini saling berkaitan, sehingga sukar menilainya sendiri (Hakim et al, 1986).
Peranan Bahan Organik Bagi Tanah
Bahan organik berperan penting untuk menciptakan kesuburan tanah. Peranan bahan organik bagi tanah adalah dalam kaitannya dengan perubahan sifat-sifat tanah, yaitu sifat fisik, biologis, dan sifat kimia tanah. Bahan organik merupakan pembentuk granulasi dalam tanah dan sangat penting dalam pembentukan agregat tanah yang stabil. Bahan organik adalah bahan pemantap agregat tanah yang tiada taranya. Melalui penambahan bahan organik, tanah yang tadinya berat menjadi berstruktur remah yang relatif lebih ringan. Pergerakan air secara vertikal atau infiltrasi dapat diperbaiki dan tanah dapat menyerap air lebih cepat sehingga aliran permukaan dan erosi diperkecil. Demikian pula dengan aerasi tanah yang menjadi lebih baik karena ruang pori tanah (porositas) bertambah akibat terbentuknya agregat.
Bahan organik umumnya ditemukan dipermukaan tanah. Jumlahnya tidak besar, hanya sekitar 3-5% tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali. Sekitar setengah dari kapasitas tukar kation berasal dari bahan organik. Ia merupakan sumber hara tanaman. Disamping itu bahan organik adalah sumber energi bagi sebagian besar organisme tanah. Dalam memainkan peranan tersebut bahan organik sangat ditentukan oleh sumber dan susunannya, oleh karena kelancaran dekomposisinya, serta hasil dari dekomposisi itu sendiri.
Pengaruh Bahan Organik pada Sifat Fisika Tanah
• Meningkatkan kemampuan tanah menahan air. Hal ini dapat dikaitkan dengan sifat polaritas air yang bermuatan negatif dan positif yang selanjutnya berkaitan dengan partikel tanah dan bahan organik. Air tanah mempengaruhi mikroorganisme tanah dan tanaman di atasnya. Kadar air optimal bagi tanaman dan mikroorganisme adalah 0,5 bar/ atmosfer.
• Warna tanah menjadi coklat hingga hitam. Hal ini meningkatkan penyerapan energi radiasi matahari yang kemudian mempengaruhi suhu tanah.
• Merangsang granulasi agregat dan memantapkannya
• Menurunkan plastisitas, kohesi dan sifat buruk lainnya dari liat.
Salah satu peran bahan organik yaitu sebagai granulator, yaitu memperbaiki struktur tanah. Menurut Arsyad (1989) peranan bahan organik dalam pembentukan agregat yang stabil terjadi karena mudahnya tanah membentuk kompleks dengan bahan organik. Hai ini berlangsung melalui mekanisme:
• Penambahan bahan organik dapat meningkatkan populasi mikroorganisme tanah, diantaranya jamur dan cendawan, karena bahan organik digunakan oleh mikroorganisme tanah sebagai penyusun tubuh dan sumber energinya. Miselia atau hifa cendawan tersebut mampu menyatukan butir tanah menjadi agregat, sedangkan bakteri berfungsi seperti semen yang menyatukan agregat.
• Peningkatan secara fisik butir-butir prima oleh miselia jamur dan aktinomisetes. Dengan cara ini pembentukan struktur tanpa adanya fraksi liat dapat terjadi dalam tanah.
• Peningkatan secara kimia butir-butir liat melalui ikatan bagian-bagian pada senyawa organik yang berbentuk rantai panjang.
• Peningkatan secara kimia butir-butir liat melalui ikatan antar bagian negatif liat dengan bagian negatif (karbosil) dari senyawa organik dengan perantara basa dan ikatan hidrogen.
• Peningkatan secara kimia butir-butir liat melalui ikatan antara bagian negatif liat dan bagian positf dari senyawa organik berbentuk rantai polimer.
Pengaruh Bahan Organik pada Sifat Kimia Tanah
Meningkatkan daya jerap dan kapasitas tukar kation (KTK). Sekitar setengah dari kapasitas tukar kation (KTK) tanah berasal dari bahan organik. Bahan organik dapat meningkatkan kapasitas tukar kation dua sampai tiga puluh kali lebih besar daripada koloid mineral yang meliputi 30 sampai 90% dari tenaga jerap suatu tanah mineral. Peningkatan KTK akibat penambahan bahan organik dikarenakan pelapukan bahan organik akan menghasilkan humus (koloid organik) yang mempunyai permukaan dapat menahan unsur hara dan air sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian bahan organik dapat menyimpan pupuk dan air yang diberikan di dalam tanah. Peningkatan KTK menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur- unsur hara.
Unsur N,P,S diikat dalam bentuk organik atau dalam tubuh mikroorganisme, sehingga terhindar dari pencucian, kemudian tersedia kembali. Berbeda dengan pupuk komersil dimana biasanya ditambahkan dalam jumlah yang banyak karena sangat larut air sehingga pada periode hujan terjadi kehilangan yang sangat tinggi, nutrien yang tersimpan dalam residu organik tidak larut dalam air sehingga dilepaskan oleh proses mikrobiologis. Kehilangan karena pencucian tidak seserius seperti yang terjadi pada pupuk komersil. Sebagai hasilnya kandungan nitrogen tersedia stabil pada level intermediet dan mengurangi bahaya kekurangan dan kelebihan. Bahan organik berperan sebagai penambah hara N, P, K bagi tanaman dari hasil mineralisasi oleh mikroorganisme. Mineralisasi merupakan lawan kata dari immobilisasi. Mineralisasi merupakan transformasi oleh mikroorganisme dari sebuah unsur pada bahan organik menjadi anorganik, seperti nitrogen pada protein menjadi amonium atau nitrit. Melalui mineralisasi, unsur hara menjadi tersedia bagi tanaman.
Meningkatkan kation yang mudah dipertukarkan dan pelarutan sejumlah unsur hara dari mineral oleh asam humus. Bahan organik dapat menjaga keberlangsungan suplai dan ketersediaan hara dengan adanya kation yang mudah dipertukarkan. Nitrogen, fosfor dan belerang diikat dalam bentuk organik dan asam humus hasil dekomposisi bahan organik akan mengekstraksi unsur hara dari batuan mineral. Mempengaruhi kemasaman atau pH. Penambahan bahan organik dapat meningkatkan atau malah menurunkan pH tanah, hal ini bergantung pada jenis tanah dan bahan organik yang ditambahkan. Penurunan pH tanah akibat penambahan bahan organik dapat terjadi karena dekomposisi bahan organik yang banyak menghasilkan asam-asam dominan. Sedangkan kenaikan pH akibat penambahan bahan organik yang terjadi pada tanah masam dimana kandungan aluminium tanah tinggi , terjadi karena bahan organik mengikat Al sebagai senyawa kompleks sehingga tidak terhidrolisis lagi .
Peranan bahan organik terhadap perbaikan sifat kimia tanah tidak terlepas dalam kaitannya dengan dekomposisi bahan organik, karena pada proses ini terjadi perubahan terhadap komposisi kimia bahan organik dari senyawa yang kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana. Proses yang terjadi dalam dekomposisi yaitu perombakan sisa tanaman atau hewan oleh miroorganisme tanah atau enzim-enzim lainnya, peningkatan biomassa organisme, dan akumulasi serta pelepasan akhir. Akumulasi residu tanaman dan hewan sebagai bahan organik dalam tanah antara lain terdiri dari karbohidrat, lignin, tanin, lemak, minyak, lilin, resin, senyawa N, pigmen dan mineral, sehingga hal ini dapat menambahkan unsur-unsur hara dalam tanah.
Pengaruh Bahan Organik pada Sifat Biologi Tanah
Jumlah dan aktivitas metabolik organisme tanah meningkat. Secara umum, pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme. Bahan organik merupakan sumber energi dan bahan makanan bagi mikroorganisme yang hidup di dalam tanah. Mikroorganisme tanah saling berinteraksi dengan kebutuhannya akan bahan organik karena bahan organik menyediakan karbon sebagai sumber energi untuk tumbuh.

Kegiatan jasad mikro dalam membantu dekomposisi bahan organik meningkat. Bahan organik segar yang ditambahkan ke dalam tanah akan dicerna oleh berbagai jasad renik yang ada dalam tanah dan selanjutnya didekomposisisi jika faktor lingkungan mendukung terjadinya proses tersebut. Dekomposisi berarti perombakan yang dilakukan oleh sejumlah mikroorganisme (unsur biologi dalam tanah) dari senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana. Hasil dekomposisi berupa senyawa lebih stabil yang disebut humus. Makin banyak bahan organik maka makin banyak pula populasi jasad mikro dalam tanah.
Peranan Bahan Organik Bagi Tanaman
Bahan organik memainkan beberapa peranan penting di tanah. Sebab bahan organik berasal dari tanaman yang tertinggal, berisi unsur-unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Bahan organik mempengaruhi struktur tanah dan cenderung untuk menjaga menaikkan kondisi fisik yang diinginkan. Peranan bahan organik ada yang bersifat langsung terhadap tanaman, tetapi sebagian besar mempengaruhi tanaman melalui perubahan sifat dan ciri tanah.
Pengaruh Langsung Bahan Organik pada Tanaman
Melalui penelitian ditemukan bahwa beberapa zat tumbuh dan vitamin dapat diserap langsung dari bahan organik dan dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Dulu dianggap orang bahwa hanya asam amino, alanin, dan glisin yang diserap tanaman. Serapan senyawa N tersebut ternyata relatif rendah daripada bentuk N lainnya. Tidak dapat disangkal lagi bahwa bahan organik mengandung sejumlah zat tumbuh dan vitamin serta pada waktu-waktu tertentu dapat merangsang pertumbuhan tanaman dan jasad mikro.
Bahan organik ini merupakan sumber nutrien inorganik bagi tanaman. Jadi tingkat pertumbuhan tanaman untuk periode yang lama sebanding dengan suplai nutrien organik dan inorganik. Hal ini mengindikasikan bahwa peranan langsung utama bahan organik adalah untuk menyuplai nutrien bagi tanaman. Penambahan bahan organik kedalam tanah akan menambahkan unsur hara baik makro maupun mikro yang dibutuhkan oleh tumbuhan, sehingga pemupukan dengan pupuk anorganik yang biasa dilakukan oleh para petani dapat dikurangi kuantitasnya karena tumbuhan sudah mendapatkan unsur-unsur hara dari bahan organik yang ditambahkan kedalam tanah tersebut. Efisiensi nutrisi tanaman meningkat apabila pememukaan tanah dilindungi dengan bahan organik.

Pengaruh Tidak Langsung Bahan Organik pada Tanaman
Sumbangan bahan organik terhadap pertumbuhan tanaman merupakan pengaruhnya terhadap sifat-sifat fisik, kimia dan biologis dari tanah. Bahan organik tanah mempengaruhi sebagian besar proses fisika, biologi dan kimia dalam tanah. Bahan organik memiliki peranan kimia di dalam menyediakan N, P dan S untuk tanaman peranan biologis di dalam mempengaruhi aktifitas organisme mikroflora dan mikrofauna, serta peranan fisik di dalam memperbaiki struktur tanah dan lainnya.
Hal ini akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang tumbuh di tanah tersebut. Besarnya pengaruh ini bervariasi tergantung perubahan pada setiap faktor utama lingkungan. Sehubungan dengan hasil-hasil dekomposisi bahan organik dan sifat-sifat humus maka dapat dikatakan bahwa bahan organik akan sangat mempengaruhi sifat dan ciri tanah. Peranan tidak langsung bahan organik bagi tanaman meliputi :
• Meningkatkan ketersediaan air bagi tanaman. Bahan organik dapat meningkatkan kemampuan tanah menahan air karena bahan organik, terutama yang telah menjadi humus dengan ratio C/N 20 dan kadar C 57% dapat menyerap air 2-4 kali lipat dari bobotnya. Karena kandungan air tersebut, maka bahan organik terutama yang sudah menjadi humus dapat menjadi penyangga bagi ketersediaan air.
• Membentuk kompleks dengan unsur mikro sehingga melindungi unsur-unsur tersebut dari pencucian. Unsur N,P,S diikat dalam bentuk organik atau dalam tubuh mikroorganisme, sehingga terhindar dari pencucian, kemudian tersedia kembali.
• Meningkatkan kapasitas tukar kation tanah Peningkatan KTK menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur- unsur hara.
• Memperbaiki struktur tanah Tanah yang mengandung bahan organik berstruktur gembur, dan apabila dicampurkan dengan bahan mineral akan memberikan struktur remah dan mudah untuk dilakukan pengolahan. Struktur tanah yang demikian merupakan sifat fisik tanah yang baik untuk media pertumbuhan tanaman. Tanah yang bertekstur liat, pasir, atau gumpal akan memberikan sifat fisik yang lebih baik bila tercampur dengan bahan organik.
• Mengurangi erosi
• Memperbaiki agregasi tanah. Bahan organik merupakan pembentuk granulasi dalam tanah dan sangat penting dalam pembentukan agregat tanah yang stabil. Bahan organik adalah bahan pemantap agregat tanah yang tiada taranya. Melalui penambahan bahan organik, tanah yang tadinya berat menjadi berstruktur remah yang relatif lebih ringan. Pergerakan air secara vertikal atau infiltrasi dapat diperbaiki dan tanah dapat menyerap air lebih cepat sehingga aliran permukaan dan erosi diperkecil. Demikian pula dengan aerasi tanah yang menjadi lebih baik karena ruang pori tanah (porositas) bertambah akibat terbentuknya agregat.
• Menstabilkan temperatur. Bahan organik dapat menyerap panas tinggi dan dapat juga menjadi isolator panas karena mempunyai daya hantar panas yang rendah, sehingga temperatur optimum yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk pertumbuhannya dapat terpenuhi dengan baik.
• Meningkatkan efisiensi pemupukan
Secara umum, pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Demikian pula dengan peranannya dalam menanggulangi erosi dan produktivitas lahan. Penambahan bahan organik akan lebih baik jika diiringi dengan pola penanaman yang sesuai, misalnya dengan pola tanaman sela pada sistem tumpangsari. Pengelolaan tanah atau lahan yang sesuai akan mendukung terciptanya suatu konservasi bagi tanah dan air serta memberikan keuntungan tersendiri bagi manusia



pa itu kompos?
Kompos atau humus adalah sisa-sisa mahluk hidup yang telah mengalami pelapukan, bentuknya sudah berubah seperti tanah dan tidak berbau. Kompos memiliki kandungan hara NPK yang lengkap meskipun persentasenya kecil. Kompos juga mengandung senyawa-senyawa lain yang sangat bermanfaat bagi tanaman.

Apa manfaat kompos?
Kompos ibarat multivitamin bagi tanah dan tanaman. Kompos memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Kompos akan mengembalikan kesuburan tanah. Tanah keras akan menjadi lebih gembur. Tanah miskin akan menjadi subur. Tanah masam akan menjadi lebih netral. Tanaman yang diberi kompos tumbuh lebih subur dan kualitas panennya lebih baik daripada tanaman tanpa kompos.

Apa saja yang bisa dibuat kompos?
Pada prinsipnya semua bahan yang berasal dari mahluk hidup atau bahan organik dapat dikomposkan. Seresah, daun-daunan, pangkasan rumput, ranting, dan sisa kayu dapat dikomposkan. Kotoran ternak, binatang, bahkan kotoran manusia bisa dikomposkan. Kompos dari kotoran ternak lebih dikenal dengan istilah pupuk kandang. Sisa makanan dan bangkai binatang bisa juga menjadi kompos. Ada bahan yang mudah dikomposkan, ada bahan yang agak mudah, dan ada yang sulit dikomposkan. Sebagian besar bahan organik mudah dikomposkan. Bahan yang agak mudah alias agak sulit dikomposkan antara lain: kayu keras, batang, dan bambu. Bahan yang sulit dikomposkan antara lain adalah kayu-kayu yang sangat keras, tulang, rambut, tanduk, dan bulu binatang.

Mengapa harus dikomposkan terlebih dahulu?
Tanaman tidak dapat menyerap hara dari bahan organik yang masih mentah, apapun bentuk dan asalnya. Kotoran ternak yang masih segar tidak bisa diserap haranya oleh tanaman. Apalagi sisa tanaman yang masih segar bugar juga tidak dapat diserap haranya oleh tanaman. Kompos yang ‘setengah matang’ juga tidak baik untuk tanaman. Bahan organik harus dikomposkan sampai ‘matang’ agar bisa diserap haranya oleh tanaman. Prinsipnya adalah tanaman menyerap hara dari tanah, oleh karena itu harus dikembalikan menjadi tanah dan diberikan ke tanah lagi.
Bagaimana cara membuat kompos yang cepat, mudah, dan murah?
Membuat kompos sangat mudah. Secara alami bahan organik akan mengalami pelapukan menjadi kompos, tetapi waktunya lama antara setengah sampai satu tahun tergantung bahan dan kondisinya. Agar proses pengomposan dapat berlangsung lebih cepat perlu perlakuan tambahan.
Pembuatan kompos dipercepat dengan menambahkan aktivator atau inokulum atau biang kompos. Aktivator ini adalah jasad renik (mikroba) yang bekerja mempercepat pelapukan bahan organik menjadi kompos. Bahan organik yang lunak dan ukurannya cukup kecil dapat dikomposkan tanpa harus dilakukan pencacahan. Tetapi bahan organik yang besar dan keras, sebaiknya dicacah terlebih dahulu. Aktivator kompos harus dicampur merata ke seluruh bahan organik agar proses pengomposan berlangsung lebih baik dan cepat.

Bahan yang akan dibuat kompos juga harus cukup mengandung air. Air ini sangat dibutuhkan untuk kehidupan jasad renik di dalam aktivator kompos. Bahan yang kering lebih sulit dikomposkan. Akan tetapi kandungan air yang terlalu banyak juga akan menghambat proses pengomposan. Jadi basahnya harus cukup. Bahan juga harus cukup mengandung udara. Seperti halnya air, udara dibutuhkan untuk kehidupan jasad renik aktivator kompos.
Untuk melindungi kompos dari lingkungan luar yang buruk, kompos perlu ditutup. Penutupan ini bertujuan untuk melindungi bahan/jasad renik dari air hujan, cahaya matahari, penguapan, dan perubahan suhu.

Bahan didiamkan selama beberapa waktu hingga kompos matang. Lama waktu yang dibutuhkan antara 2 minggu sampai 6 minggu tergantung dari bahan yang dikomposkan. Bahan-bahan yang lunak dapat dikomposkan dalam waktu yang singkat, 2 – 3 minggu. Bahan-bahan yang keras membutuhkan waktu antara 4 – 6 minggu. Ciri kompos yang sudah matang adalah bentuknya sudah berubah menjadi lebih lunak, warnanya coklat kehitaman, tidak berbau menyengat, dan mudah dihancurkan/remah.

Bagaiman cara penggunaan kompos?
Kompos yang sudah matang dapat langsung digunakan untuk tanaman. Tidak ada batasan baku berapa dosis kompos yang diberikan untuk tanaman. Secara umum lebih banyak kompos memberikan hasil yang lebih baik. Tetapi jika kompos akan digunakan untuk pembibitan atau untuk tanaman di dalam pot/polybag, kompos harus dicampur tanah dengan perbandingan satu bagian kompos : tiga bagian tanah.

Kompos dapat diberikan sebagai satu-satunya sumber hara tambahan atau lebih dikenal dengan istilah pertanian organik. Kompos yang diberikan sebaiknya dalam jumlah yang cukup, agar tanaman dapat tumbuh lebih baik. Kompos juga bisa diberikan bersama-sama dengan pupuk kimia buatan. Pupuk kimia dapat dikurangi sebagian dan digantikan dengan penambahan kompos.
Kompos dapat diberikan ke tanaman apa saja, mulai dari tanaman pertanian, holtikultura, perkebunan, tanaman hias, buah-buahan, sayuran, dan kehutanan. Misalnya untuk tanaman: padi sawah, padi gogo, jagung, ketela pohon, kacang, kol, kentang, karet, kopi, sawit, kakao, tebu, aglonema, gelombang cinta, mangga, akasia, dan lain-lain.
Pupuk alami / pupuk Organik

Penggunaan pupuk di dunia terus meningkat sesuai dengan pertambahan luas areal pertanian, pertambahan penduduk, kenaikan tingkat intensifikasi serta makin beragamnya penggu¬naan pupuk sebagai usaha peningkatan hasil pertanian. Para ahli lingkungan hidup khawatir dengan pemakaian pupuk mineral yang berasal dari pabrik ini akan menambah tingkat polusi tanah yang akhirnya berpengaruh juga terhadap kesehatan manusia.
Berdasarkan hal tersebut makin berkembang alasan untuk mengurangi penggunaan pupuk mineral dan agar pembuatan pabrik-pabrik pupuk di dunia dikurangi atau dihentikan sama sekali agar manusia bisa terhindar dari malapetaka polusi. Upaya pembudidayaan tanaman dengan pertanian organik merupakan usaha untuk dapat mendapatkan bahan makanan tanpa penggunaan pupuk anorganik. Dengan sitem ini diharapkan tanaman dapat hidup tanpa ada masukan dari luar sehingga dalam kehidupan tanaman terdapat suatu siklus hidup yang tertutup.

Banyak sifat baik pupuk organik terhadap kesuburan tanah antara lain ialah:
a. Bahan organik dalam proses mineralisasi akan melepas¬kan hara tanaman dengan lengkap (N, P, K, Ca, Mg, S, serta hara mikro) dalam jumlah tidak tentu dan relatif kecil.
b. Dapat memperbaiki struktur tanah, menyebabkan tanah menjadi ringan untuk diolah dan mudah ditembus akar.
c. Tanah lebih mudah diolah untuk tanah-tanah berat.
d. Meningkatkan daya menahan air (water holding capaci¬ty). Sehingga kamampuan tanah untuk menyediakan air menjadi lebih banyak. Kelengasan air tanah lebih terjaga.
e. Permeabilitas tanah menjadi lebih baik. Menurunkan permeabilitas pada tanah bertekstur kasar (pasiran), sebaliknya meningkatkan permeabilitas pada tanah bertekstur sangat lembut (lempungan).
f. Meningkatkan KPK (Kapasitas Pertukaran Kation ) se¬hingga kemampuan mengikat kation menjadi lebih tinggi, aki¬batnya apabila dipupuk dengan dosis tinggi hara tanaman tidak mudah tercuci.
g. Memperbaiki kehidupan biologi tanah (baik hewan ting¬kat tinggi maupun tingkat rendah ) menjadi lebih baik karena ketersediaan makan lebih terjamin.
h. Dapat meningkatkan daya sangga (buffering capasity) terhadap goncangan perubahan drastis sifat tanah.
i. Mengandung mikrobia dalam jumlah cukup yang berperanan dalam proses dekomposisi bahan organik.
Sedangkan sifat yang kurang baik dari pupuk organik adalah:
a. Bahan organik yang mempunyai C/N masih tinggi berarti masih mentah. Kompos yang belum matang (C/N tinggi) dianggap merugikan, karena bila diberikan langsung ke dalam tanah maka bahan organik diserang oleh mikrobia (bakteri maupun fungi) untuk memperoleh enersi. Sehingga populasi mikrobia yang tinggi memerlukan juga hara tanaman untuk tumbuhan dan kembang biak. Hara yang seharusnya digunakan oleh tanaman berubah digunakan oleh mikrobia. Dengan kata lain mikrobia bersaing dengan tanaman untuk memperebutkan hara yang ada. Hara menjadi tidak tersedia (unavailable) karena berubah dari senyawa anorganik menjadi senyawa organik jaringan mikrobia, hal ini disebut immobilisasi hara. Terjadinya immobilisasi hara tanaman bahkan sering menimbulkan adanya gejala defisiensi. Makin banyak bahan organik mentah diberikan ke dalam tanah makin tinggi populasi yang menyerangnya, makin banyak hara yang mengalami immobilisasi. Walaupun demikian nantinya bila mikrobia mati akan mengalami dekomposisi hara yang immobil tersebut berubah menjadi tersedia lagi. Jadi immobilasasi merupakan pengikatan hara tersedia menjadi tidak tersedia dalam jangka waktu relatif tidak terlalu lama
b. Bahan organik yang berasal dari sampah kota atau limbah industri sering mengandung mikrobia patogen dan logam berat yang berpengaruh buruk bagi tanaman, hewan dan manusia.

anotomi dan histology ternak

Arsip untuk Mei 23rd, 2009
sistem muscularis pada ikan umumnya
Ditulis oleh seabass86 di/pada Mei 23, 2009
1.
1. Sistem Muscularis
Sistem muscularis atau sistem otot pada ikan adalah sama dengan sistem otot pada vertebrata lain. Otot sangat penting bagi kehidupan ikan terutama dalam pergerakan tubuh, peredaran darah dan aktivitas tubuh.
Berdasarkan strukturnya, otot terbagi atas otot lurik, otot jantung dan otot polos. Selain itu, berdasarkan pergerakannya otot terbagi atas otot sadar atau voluntary [otot lurik] dan otot tak sadar atau involuntary [otot polos dan otot jantung]. Pembagian otot yang lain adalah berdasarkan letaknya atau perlekatannya yaitu otot rangka atau skeletal muscle [otot lurik] dan bukan otot rangka atau non-skeletal muscle [otot polos dan otot jantung].
OTOT POLOS
Serabut otot polos memiliki bentuk yang sederhana dan lebih kecil dibandingkan dengan serabut otot lainnya. Serabut otot ini berasal dari mesoderm pada masa embryonal dengan disertai sel-sel jaringan ikat yang kemudian berkembang menjadi otot polos. Otot polos adalah otot yang bekerja di luar kehendak atau bersifat involuntary. Kontraksi otot ini lambat tetapi dapat bekerja dalam waktu yang lama. Otot polos bekerja dengan dirangsang oleh serabut syaraf tetapi kadang kala juga dirangsang oleh kontraksi otot tetangganya, misalnya pada saluran pencernaan makanan.
Otot polos merupakan lapisan utama pada sebagian besar organ tubuh, yaitu saluran pencernaan makanan, gelembung renang, saluran reproduksi dan ekskresi.
OTOT JANTUNG
Jantung merupakan organ tubuh yang memiliki jenis otot paling spesifik dan tidak dimiliki oleh organ tubuh yang lain. Secara embryologi, otot jantung merupakan tipe istimewa dari otot polos dimana sel-selnya menjadi satu. Jaringan otot ini memperlihatkan garis-garis melintang pada
serabutnya dimana serabut-serabut otot tersebut tidak te-rpisah tapi masing¬masing serabut berhubungan satu sama lainnya. Garis melintang pada serabut-serabut otot tersebut terletak pada jarak tertentu yang dinamakan sebagai cakram interkalar. Otot jantung berkontraksi di luar kehendak [involuntary] dengan kuat serta bekerja secara terus menerus sampai suatu individu mati.
Jantung tersusun atas otot yang berwarna merah gelap dan jaringan¬jaringan pengikat. Otot jantung [myocardium] tersusun atas dua otot polos yaitu epicardium dan endocardium dan kemudian dibungkus oleh suatu selaput yang merupakan membrane skeletal di bagian luarnya yang disebut pericardium. Ventrikel jantung memiliki otot yang lebih tebal dibandingkan dengan bagian atrium.
OTOT LURIK [SERAM LINTANG]
Otot lurik dinamakan demikian karena pada serabut ototnya memperlihatkan adanya garis-garis melintang dengan banyak inti yang tersebar pada bagian pinggir serabut. Serabut otot lurik tersusun dalam ikatan sebanyak 20 sampai 30 buah serabut dan dinamakan fasciculum. Di dalam fasciculum, setiap serabut otot terbungkus oleh jaringan ikat tipis [endomysium], sedangkan fasciculum dibungkus oleh selaput perimysium. Otot-otot yang berupa kumpulan fasciculum akan dibungkus oleh epimysium yang juga sebagai pemisah otot yang satu dengan lainnya.
Otot lurik merupakan otot sadar [voluntary] dan biasa diberi nama untuk memudahkan di dalam pengenalannya sesuai dengan letak, fungsi, asal clan lain sebagainya. Dinamakan sebagai otot rangka karena melekat pada rangka atau kulit dan berfungsi dalam pergerakan rangka dan pergerakan bagian-bagian rangka serta melindungi rangka, mempermudah gerakan antar tulang dan pergerakan seluruh tubuh.
Sistem kerja otot sadar kebanyakan berfungsi sebagai synergist dan ada pula yang antagonis. Otot synergist adalah otot yang bekerja saling menyokong dengan otot yang lain. Otot antagonis adalah otot yang bekerja saling berlawanan dimana apabila satu otot melakukan kontraksi maka otot yang lain akan mengendur.
by : andy setyo w, 060310083 P,085655195186.
nilotica86@yahoo.com
.sardines86@gmail.com
,unair,perikanan.universitas airlangga surabaya,jawa timur indonesia, asia tenggara.
Ditulis dalam 7 | Bertanda: sistem muscularis pada ikan( sistem otot pada ikan) | Leave a Comment »
sistem integumen pada ikan secara umum
Ditulis oleh seabass86 di/pada Mei 23, 2009
BAB 1
1.
1. ini sekedar sekilas info dan memberi ilmu sedikit
2. Sistem Integumen
Sistem integumen pada seluruh mahluk hidup merupakan bagian tubuh yang berhubungan langsung dengan lingkungan luar tempat mahluk hidup tersebut berada. Pada sistem integumen terdapat sejumlah organ atau straktur dengan fungsi yang beraneka pada bermacam-macam jenis mahluk hidup.
Yang termasuk dalam sistem integumen pada ikan adalah kulit dan derivat integumen. Kulit merupakan lapisan penutup tubuh yang terdiri dari dua lapisan, yaitu epidermis pada lapisan terluar dan dermis pada lapisan dalam (Gambar 20). Derivat integumen merupakan suatu struktur yang secara embryogenetik berasal dari salah satu atau kedua lapisan kulit yang sebenarnya.
Sistem integumen yang berhubungan langsung dengan lingkungan tempat hidup memiliki berbagai fungsi yang sangat vital pada kehidupan ikan, yaitu :
1. Pertahanan fisik
Merupakan fungsi utama dari integument yaitu sebagai pertahanan pertama dari infeksi, paparan sinar ultra violet [UV] dan gesekan tubuh dengan air atau benda keras lainnya. Hal ini disebabkan karena kulit memiliki kelenjar mukosa sebagai pelindung kulit dari parasit, bakteri dan mikroorganisme merugikan lainnya serta memperkecil gesekan dengan adanya sifat mucus yang licin.
1. Keseimbangan cairan [air]
Keseimbangan cairan dilakukan oleh integumen kelompok amphibian dan ikan memiliki sistem tersendiri dalam proses keseimbangan cairan yaitu dengan menggunakan insangnya.
1. Thermoregulasi
Thermoregulasi dilakukan oleh vertebrata dengan jalan memasukkan dan mengeluarkan panas secara bergantian melalui aliran darah pada kulit.
1. Warna
Warna yang ada pada integurnen ikan digunakan sebagai alat komunikasi, tingkah laku seksual, peringatan dan penyamaran untuk mengelabui predator. Warna yang dihasilkan akan berbeda-beda yang disebabkan karena perbedaan tempat hidup dari ikan tersebut. Pada open-water fishes, warna tubuh ikan terbagi atas warna keperakan di
bagian ventral dan warna iridescent biru atau hijau di bagian dorsal [countershading]. Ada tiga macam warna dominan ikan yang hidup di
lautan, yaitu keperakan bagi ikan yang hidup di permukaan laut, kemerahan pada ikan yang hidup di daerah tengah perairan dan violet atau gelap pada ikan yang hidup di dasar perairan.
1. Pergerakan
Pergerakan ikan dipengaruhi pula oleh keberadaan sisik yang membantu dalam meningkatkan kemampuan berenang ikan yang menghadapi halangan kuat.
1. Respirasi
Respirasi ikan tidak menggunakan kulit sebagai sarananya tetapi dilakukan oleh golongan Amphibian. Hal ini dilakukan karena kulit merupakan lapisan yang relatif tipis, selalu basah dan terdapat banyak pembuluh darah sehingga pertukaran oksigen dan karbondioksida dapat berlangsung.
1. Kelenjar kulit
Pada kulit terdapat kelenjar yang memungkinkan ikan dapat mengeluarkan pheromone untuk menarik pasangannya dan sebagai alat untuk menetapkan daerah territorial. Selain itu, kelenjar kulit juga dapat menghasilkan zat-zat racun yang berguna untuk mencari mangsa ataupun untuk pertahanan din’ dari predator.
1. Kelenjar susu
Kelenjar susu lebih banyak ditemukan pada vertebrata yang bersifat (terrestrial, meskipun. demikian pada ikan yang bersifat mamalia kelenjar tersebut juga berfungsi dengan baik.
1. Keseimbanaan garamKeseimbangan garam [homeostatis] pada ikan dilakukan pada kulit dan insang yaitu dengan pengaturan kadar garam cairan tubuh ikan [osmoregulasi] sehingga cairan dalam tubuh akan tetap stabil sesuai dengan lingkungan dimana ikan berada. Pada ikan yang hidup di laut, kulit akan menjaga pengeluaran cairan dalam tubuh yang berlebihan sedangkan pada ikan yang hidup di perairan tawar, kulit akan mengatur agar cairan dari luar tubuh tidak terlalu banyak yang masuk ke dalam tubuh. Selain itu, kulit berperan dalam proses ekskresi hasil metabolisme yang dilakukan oleh tubuh.
2. Organ inderaKulit memiliki sel-sel yang berfungsi sebagai reseptor dari stimulus lingkungan, misalnya panas, sakit clan s ntuhan. Derivat integumen seperti barbels dan flaps memiliki sel-sel svaraf sebagai indera (`vambar 21). Barbels berlungsi sebagai alat bantu makan dan mengandung organ-organ sensory serta sebagai alat untuk kamuflase pada ikan demikian juga flaps. Barbels ini ada yang berbentuk seperti alga. Letak dari barbels ada pada hidung, bibir, dagu, sudut mulut dengan bentuk rambut, pecut, sembulan, bulu dan lain-lain.

Minggu, 02 Januari 2011

materi kuliah ilmu nutrisi ruminansia

Jurnal Litbang Pertanian, 27(3), 2008 99
Unsur mineral merupakan salah satu
komponen yang sangat diperlukan
oleh makhluk hidup di samping karbohidrat,
lemak, protein, dan vitamin, juga
dikenal sebagai zat anorganik atau kadar
abu. Sebagai contoh, bila bahan biologis
dibakar, semua senyawa organik akan
rusak; sebagian besar karbon berubah
menjadi gas karbon dioksida (CO2),
hidrogen menjadi uap air, dan nitrogen
menjadi uap nitrogen (N2). Sebagian besar
mineral akan tertinggal dalam bentuk abu
dalam bentuk senyawa anorganik sederhana,
serta akan terjadi penggabungan
antarindividu atau dengan oksigen sehingga
terbentuk garam anorganik (Davis
dan Mertz 1987).
Berbagai unsur anorganik (mineral)
terdapat dalam bahan biologi, tetapi tidak
atau belum semua mineral tersebut terbukti
esensial, sehingga ada mineral esensial
dan nonesensial. Mineral esensial yaitu
mineral yang sangat diperlukan dalam
proses fisiologis makhluk hidup untuk
membantu kerja enzim atau pembentukan
organ. Unsur-unsur mineral esensial dalam
tubuh terdiri atas dua golongan, yaitu
mineral makro dan mineral mikro. Mineral
makro diperlukan untuk membentuk
komponen organ di dalam tubuh. Mineral
mikro yaitu mineral yang diperlukan dalam
jumlah sangat sedikit dan umumnya
terdapat dalam jaringan dengan konsentrasi
sangat kecil. Mineral nonesensial
adalah logam yang perannya dalam tubuh
makhluk hidup belum diketahui dan
kandungannya dalam jaringan sangat
kecil. Bila kandungannya tinggi dapat
merusak organ tubuh makhluk hidup yang
bersangkutan. Di samping mengakibatkan
keracunan, logam juga dapat menyebabkan
penyakit defisiensi (McDonald et
al. 1988; Spears 1999; Inoue et al. 2002).
Tulisan ini menguraikan pentingnya
mineral mikro esensial dalam kehidupan
hewan. Sifat-sifat mineral seperti sifat
kimia, biokimia maupun proses biologis
dalam jaringan makhluk hidup, perlu
diketahui dalam upaya mendiagnosis
penyakit defisiensi mineral pada hewan.
BEBERAPA UNSUR MINERAL ESENSIAL MIKRO
DALAM SISTEM BIOLOGI DAN METODE
ANALISISNYA
Zainal Arifin
Balai Besar Penelitian Veteriner, Jalan R.E. Martadinata No. 30, Bogor 16114
ABSTRAK
Mineral esensial adalah mineral yang dibutuhkan oleh makhluk hidup untuk proses fisiologis, dan dibagi ke dalam
dua kelompok yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro dibutuhkan tubuh dalam jumlah besar, yang
terdiri atas kalsium, klorin, magnesium, kalium, fosforus, natrium, dan sulfur. Mineral mikro diperlukan tubuh
dalam jumlah kecil, seperti kobalt, tembaga, iodin, besi, mangan, selenium, dan seng. Keperluan optimum akan
berbagai mineral tersebut belum banyak diketahui dengan pasti, sedangkan mineral mikro dapat ditemukan pada
berbagai bagian tubuh walaupun dalam jumlah sedikit. Kekurangan (defisiensi) mineral, baik pada manusia maupun
hewan, dapat menyebabkan penyakit. Sebaliknya pemberian mineral esensial yang berlebihan dapat menimbulkan
gejala keracunan. Analisis kandungan mineral dalam jaringan biologik dengan metode spektrofotometri serapan
atom dapat mendiagnosis kasus defisiensi atau keracunan mineral.
Kata kunci: Mineral esensial, defisiensi, toksisitas
ABSTRACT
Some microminerals which are essential for biological system and its analysis methods
Essential minerals are important for physiological process in biological life, and divided into two groups that are
macrominerals and microminerals. Macrominerals are required by a body in gross, consisted of calcium, chlor,
magnesium, potassium, phosphorus, sodium, and sulfur. Microminerals are needed in few like cobalt, copper,
iodine, iron, manganese, selenium, and zinc. Optimum needs of those various minerals have not been exactly
known yet, while microminerals can be found in almost all over the body although only in a small amount. Lacking
(deficiency) of both minerals in human being or in animal can cause disease. On the contrary, high doses of the
essential minerals can also cause toxicity. Mineral analysis by atomic absorption spectrophotometry in the
biological tissues can diagnose the deficiency or toxicity of the minerals.
Keywords: Essential minerals, deficiency, toxicity
100 Jurnal Litbang Pertanian, 27(3), 2008
PENGGOLONGAN
MINERAL DALAM TUBUH
Berdasarkan kegunaannya dalam aktivitas
kehidupan, mineral (logam) dibagi menjadi
dua golongan, yaitu mineral logam esensial
dan nonesensial. Logam esensial
diperlukan dalam proses fisiologis hewan,
sehingga logam golongan ini merupakan
unsur nutrisi penting yang jika kekurangan
dapat menyebabkan kelainan proses
fisiologis atau disebut penyakit defisiensi
mineral. Mineral ini biasanya terikat
dengan protein, termasuk enzim untuk
proses metabolisme tubuh, yaitu kalsium
(Ca), fosforus (P), kalium (K), natrium (Na),
klorin (Cl), sulfur (S), magnesium (Mg),
besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn), mangan
(Mn), kobalt (Co), iodin (I), dan selenium
(Se). Logam nonesensial adalah golongan
logam yang tidak berguna, atau belum
diketahui kegunaannya dalam tubuh
hewan, sehingga hadirnya unsur tersebut
lebih dari normal dapat menyebabkan
keracunan. Logam tersebut bahkan sangat
berbahaya bagi makhluk hidup, seperti
timbal (Pb), merkuri (Hg), arsenik (As),
kadmium (Cd), dan aluminium (Al)
(Gartenberg et al. 1990; Darmono 1995;
Spears 1999).
Berdasarkan banyaknya, mineral dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu mineral
makro dan mineral mikro. Mineral makro
diperlukan atau terdapat dalam jumlah
relatif besar, meliputi Ca, P, K, Na, Cl, S,
dan Mg. Mineral mikro ialah mineral yang
diperlukan dalam jumlah sangat sedikit
dan umumnya terdapat dalam jaringan
dengan konsentrasi sangat kecil, yaitu Fe,
Mo, Cu, Zn, Mn, Co, I, dan Se (McDonald
et al. 1988; Spears 1999; Tabel 1).
BEBERAPA MINERAL
MIKRO ESENSIAL DALAM
TUBUH
Tembaga (Cu) merupakan mineral mikro
karena keberadaannya dalam tubuh
sangat sedikit namun diperlukan dalam
proses fisiologis. Di alam, Cu ditemukan
dalam bentuk senyawa sulfida (CuS).
Walaupun dibutuhkan tubuh dalam jumlah
sedikit, bila kelebihan dapat mengganggu
kesehatan atau mengakibatkan keracunan.
Namun bila terjadi kekurangan Cu dalam
darah dapat menyebabkan anemia yang
merupakan gejala umum, pertumbuhan
terhambat, kerusakan tulang, depigmentasi
rambut dan bulu, pertumbuhan bulu
abnormal, dan gangguan gastrointestinal
(Davis dan Mertz 1987; Baker et al. 1991;
Clark et al. 1993).
Besi (Fe) merupakan mineral makro
dalam kerak bumi, tetapi dalam sistem
biologi tubuh merupakan mineral mikro.
Pada hewan, manusia, dan tanaman, Fe
termasuk logam esensial, bersifat kurang
stabil, dan secara perlahan berubah
menjadi ferro (Fe II) atau ferri (Fe III).
Kandungan Fe dalam tubuh hewan bervariasi,
bergantung pada status kesehatan,
nutrisi, umur, jenis kelamin, dan spesies
(Dhur et al. 1989; Graham 1991; Beard et
al. 1996). Besi dalam tubuh berasal dari
tiga sumber, yaitu hasil perusakan sel-sel
darah merah (hemolisis), dari penyimpanan
di dalam tubuh, dan hasil penyerapan
pada saluran pencernaan (Darmono 1995;
King 2006). Dari ketiga sumber tersebut,
Fe hasil hemolisis merupakan sumber
utama. Bentuk-bentuk senyawa yang ada
ialah senyawa heme (hemoglobin, mioglobin,
enzim heme) dan poliporfirin
(tranfirin, ferritin, dan hemosiderin). Sebagian
besar Fe disimpan dalam hati, limpa,
dan sumsum tulang (Brock dan Mainou-
Fowler 1986; Desousa 1989; Brown et al.
2004).
Kobalt (Co) merupakan unsur mineral
esensial untuk pertumbuhan hewan, dan
merupakan bagian dari molekul vitamin
B12. Konversi Co dari dalam tanah menjadi
vitamin B12 pada makanan hingga dicerna
hewan nonruminansia kadang-kadang
disebut sebagai siklus kobalt. Ternak ruminansia
(sapi, domba, dan kambing) memakan
hijauan pakan, di mana tanaman
menyerap kobalt dari dalam tanah dan
bakteri-bakteri yang ada di dalam lambung
(rumen) menggunakan kobalt dalam penyusunan
vitamin B12. Hewan menyerap
vitamin B12 dan mendistribusikannya ke
seluruh jaringan tubuh (Davis dan Mertz
1987; Mills 1987; Darmono 1995). Semua
bangsa hewan membutuhkan vitamin
sehingga secara tidak langsung memerlukan
kobalt. Ternak babi dan unggas
tidak mempunyai mikroflora dalam saluran
pencernaan untuk mengubah kobalt dalam
ransum sehingga harus mendapat vitamin
B12 yang cukup dalam ransum (Lee et al.
1999).
Iodin (I) diperlukan tubuh untuk
membentuk tiroksin, suatu hormon dalam
kelenjar tiroid. Tiroksin merupakan hormon
utama yang dikeluarkan oleh kelenjar
tiroid. Setiap molekul tiroksin mengandung
empat atom iodin (Darmono 1995).
Sebagian besar iodin diserap melalui usus
halus, dan sebagian kecil langsung masuk
ke dalam saluran darah melalui dinding
lambung. Sebagian iodin masuk ke dalam
kelenjar tiroid, yang kadarnya 25 kali lebih
tinggi dibanding yang ada dalam darah
(Mills 1987). Namun bila jumlah yang
sedikit ini tidak terdapat dalam bahan
pakan maka ternak akan kekurangan iodin.
Lebih dari setengah iodin dalam tubuh terdapat
pada kelenjar perisai (tiroid). Meskipun
sebagian besar iodin tubuh terdapat
dalam kelenjar tiroid, iodin juga ditemukan
dalam kelenjar ludah, lambung, usus halus,
kulit, rambut, kelenjar susu, plasenta, dan
ovarium (Puls 1994; Stangl et al. 2000).
Seng (Zn) ditemukan hampir dalam
seluruh jaringan hewan. Seng lebih
banyak terakumulasi dalam tulang
dibanding dalam hati yang merupakan
organ utama penyimpan mineral mikro.
Jumlah terbanyak terdapat dalam jaringan
epidermal (kulit, rambut, dan bulu), dan
sedikit dalam tulang, otot, darah, dan enzim
(Richards 1989; Puls 1994; Brown et al.
2004). Seng merupakan komponen penting
dalam enzim, seperti karbonik-anhidrase
dalam sel darah merah serta karboksi
peptidase dan dehidrogenase dalam hati.
Tabel 1. Nutrisi mineral esensial dan jumlahnya dalam tubuh hewan.
Mineral makro g/kg Mineral mikro mg/kg
Kalsium (Ca) 15 Besi (Fe) 20−80
Fosforus (P) 10 Seng (Zn) 10−50
Kalium (K) 2 Tembaga (Cu) 1−5
Natrium (Na) 1,60 Molibdenum (Mo) 1−4
Klorin (Cl) 1,10 Selenium (Se) 1−2
Sulfur (S) 1,50 Iodin (I) 0,30−0,60
Magnesium (Mg) 0,40 Mangan (Mn) 0,20−0,60
Kobalt (Co) 0,02−0,10
Sumber: McDonald et al. (1988).
Jurnal Litbang Pertanian, 27(3), 2008 101
Sebagai kofaktor, seng dapat meningkatkan
aktivitas enzim. Seng dalam protein
nabati kurang tersedia dan lebih sulit
digunakan tubuh daripada seng dalam
protein hewani. Hal tersebut mungkin
disebabkan adanya asam fitrat yang
mampu mengikat ion-ion logam (Mills
1987; Puls 1994; Sharma et al. 2003).
PERAN MINERAL MIKRO
ESENSIAL DALAM TUBUH
Secara garis besar, mineral esensial dapat
dikelompokkan menurut fungsi metaboliknya
atau fungsinya dalam proses metabolisme
zat makanan. Dalam tubuh, mineral
ada yang bergabung dengan zat organik,
ada pula yang berbentuk ion-ion bebas.
Tiap unsur esensial mempunyai fungsi
yang berbeda-beda (Tabel 2), bergantung
pada bentuk atau senyawa kimia serta
tempatnya dalam cairan dan jaringan
tubuh (Puls 1994).
Tembaga merupakan unsur esensial
yang bila kekurangan dapat menghambat
pertumbuhan dan pembentukan hemoglobin.
Tembaga sangat dibutuhkan dalam
proses metabolisme, pembentukan hemoglobin,
dan proses fisiologis dalam tubuh
hewan (Richards 1989; Ahmed et al. 2002).
Tembaga ditemukan dalam protein plasma,
seperti seruloplasmin yang berperan
dalam pembebasan besi dari sel ke plasma.
Tembaga juga merupakan komponen dari
protein darah, antara lain eritrokuprin,
yang ditemukan dalam eritrosit (sel darah
merah) yang berperan dalam metabolisme
oksigen (Darmono 1995; 2001). Selain ikut
berperan dalam sintesis hemoglobin,
tembaga merupakan bagian dari enzimenzim
dalam sel jaringan. Tembaga berperan
dalam aktivitas enzim pernapasan,
sebagai kofaktor bagi enzim tirosinase dan
sitokrom oksidase. Tirosinase mengkristalisasi
reaksi oksidasi tirosin menjadi
pigmen melanin (pigmen gelap pada kulit
dan rambut). Sitokrom oksidase, suatu
enzim dari gugus heme dan atom-atom
tembaga, dapat mereduksi oksigen (Davis
dan Mertz 1987; Mills 1987; Sharma et al.
2003).
Zat besi dalam tubuh berperan
penting dalam berbagai reaksi biokimia,
antara lain dalam memproduksi sel darah
merah. Sel ini sangat diperlukan untuk
mengangkut oksigen ke seluruh jaringan
tubuh. Zat besi berperan sebagai pembawa
oksigen, bukan saja oksigen pernapasan
menuju jaringan, tetapi juga dalam jaringan
atau dalam sel (Brock dan Mainou-
Fowler 1986; King 2006). Zat besi bukan
hanya diperlukan dalam pembentukan
darah, tetapi juga sebagai bagian dari
beberapa enzim hemoprotein (Dhur et al.
1989). Enzim ini memegang peran penting
dalam proses oksidasi-reduksi dalam sel.
Sitokrom merupakan senyawa heme
protein yang bertindak sebagai agens
dalam perpindahan elektron pada reaksi
oksidasi-reduksi di dalam sel. Zat besi
mungkin diperlukan tidak hanya untuk
pigmentasi bulu merah yang diketahui
mengandung ferrum, tetapi juga berfungsi
dalam susunan enzim dalam proses
pigmentasi (Desousa 1989; Beard et al.
1996; Lee et al. 1999).
Kobalt dalam pakan domba dan sapi
dapat ditemukan dalam vitamin B12. Sapi
dan biri-biri tidak membutuhkan vitamin
B12 dari pakan, karena rumen flora dapat
mensintesis vitamin tersebut (Darmono
1995). Apabila vitamin B12 diberikan dalam
pakan, sebagian besar vitamin akan rusak
dan tidak berguna bagi ternak. Apabila
kobalt tersebut disuntikkan atau diberikan
melalui pakan maka kebutuhan kobalt
untuk vitamin B12 tercukupi (Kennedy et
al. 1991; Stangl et al. 2000).
Iodin merupakan komponen esensial
tiroksin dan kelenjar tiroid. Tiroksin berperan
dalam meningkatkan laju oksidasi
dalam sel sehingga meningkatkan Basal
Metabolic Rate (BMR). Tiroksin juga
berperan menghambat proses fosforilasi
oksidatif sehingga pembentukan Adenosin
Trifosfat (ATP) berkurang dan lebih
banyak dihasilkan panas. Tiroksin juga
mempengaruhi sintesis protein (Mills
1987; Darmono 1995). Iodin secara perlahan-
lahan diserap dari dinding saluran
pencernaan ke dalam darah. Penyerapan
tersebut terutama terjadi dalam usus halus,
meskipun dapat berlangsung pula dalam
lambung. Dalam usus, iodin bebas atau
iodat mengalami reduksi menjadi iodida
sebelum diserap tubuh. Dalam peredaran
darah, iodida menyebar ke dalam cairan
ekstraseluler seperti halnya klorida. Iodida
yang masuk ke dalam kelenjar tiroid
dengan cepat dioksidasi dan diubah menjadi
iodin organik melalui penggabungan
dengan tiroksin. Proses tersebut terjadi
pula secara terbatas dalam ovum (Graham
1991; Puls 1994; Lee et al. 1999).
Seng merupakan komponen penting
pada struktur dan fungsi membran sel,
sebagai antioksidan, dan melindungi
tubuh dari serangan lipid peroksidase.
Seng berperan dalam sintesis dan transkripsi
protein, yaitu dalam regulasi gen.
Pada suhu tinggi, hewan banyak mengeluarkan
keringat dan seng dapat hilang
bersama keringat sehingga perlu penambahan
(Richards 1989; Ahmed et al. 2002).
Ikatan enzim seng yang merupakan katalis
reaksi hidrolitik melibatkan enzim pada
bagian aktif yang bertindak ”super
efisien”. Enzim karbonik anhidrase mengkatalisis
CO2 dalam darah, enzim karboksi
peptidase mengkatalisis protein dalam
prankreas, enzim alkalin fosfatase meng-
Tabel 2. Peran mineral mikro esensial dalam tubuh.
Mineral Fungsi Sumber
Besi (Fe) Membentuk hemoglobin dan Telur, tanah, makanan hijauan
mioglobin, bagian dari susunan dan butiran, injeksi besi,
enzim babi, FeSO4
Tembaga (Cu) Eritropoiesis, susunan Bahan makanan dan CuSO4
Co enzim, fungsi jantung yang (0,25−0,50%) CuSO4 ditambahkan
baik, pigmentasi bulu, reproduksi pada garam
Iodin (I) Membentuk hormon trioksin, Garam beriodin (kalium iodida
sebagai komponen esensial pada garam, minyak ikan)
tiroksin dan kelenjar tiroksin
Kobalt (Co) Bagian dari vitamin B12 Pelet kobalt (untuk ruminansia),
0,50 ppm garam kobalt
ditambahkan pada ransum
(injeksi vitamin B12 untuk
menghilangkan defisiensi kobalt)
Seng (Zn) Carbonic anhydrase ZnO atau ZnCO3 ditambahkan
pada ransum pakan hijauan
Sumber: McDonald et al. (1988).
102 Jurnal Litbang Pertanian, 27(3), 2008
hindrolisis fosfat dalam beberapa jaringan,
dan enzim amino peptidase menghidrolisis
peptida dalam ginjal. Seng juga berperan
dalam menstabilkan struktur protein, seperti
insulin, alkohol dehidrogenase hati,
alkalin fosfat, dan superoksida dismutase
(Fraker et al. 1986; Brown et al. 2002).
PENYAKIT DEFISIENSI
MINERAL MIKRO
ESENSIAL
Penyakit defisiensi mineral banyak dijumpai
pada ternak. Unsur mineral mikro
yang dibutuhkan ternak sering tidak tercukupi
dalam pakan. Kandungan unsur
tersebut dalam tubuh sangat sedikit, terutama
pada hewan yang hidup liar dan
hewan yang digembalakan atau dikandangkan
namun dengan pengelolaan yang
kurang baik.
Gartenberg et al. (1990) melaporkan
bila tanah tempat hijauan pakan tumbuh
miskin unsur mineral maka ternak yang
mengkonsumsi hijauan tersebut akan
menunjukkan gejala defisiensi mineral.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
daerah yang kering dengan curah hujan
rendah, kandungan mineral dalam tanah
dan tanaman umumnya sangat rendah
(Prabowo et al. 1984; Chandra 1985).
Defisiensi mineral pada ternak dapat menimbulkan
gejala klinis yang spesifik
untuk setiap mineral, tetapi kadangkadang
gejala tersebut hampir mirip,
sehingga untuk menentukan diagnosis
penyakit defisiensi mineral perlu dilakukan
analisis kandungan mineral dalam darah
(Stuttle 1989; Graham 1991).
Penyakit akibat kekurangan unsur
tembaga ditemukan pada beberapa tempat
di dunia. Selain menyebabkan anemia,
kekurangan tembaga juga mengakibatkan
gangguan pada tulang, kemandulan,
depigmentasi pada rambut dan bulu,
gangguan saluran pencernaan, serta lesi
pada syaraf otak dan tulang belakang
(Graham 1991; Engle et al. 2001; Sharma
et al. 2003; Chung et al. 2004).
Penyakit defisiensi tembaga juga
disebut enzootik ataksia, yang ditemukan
pada anak domba di Australia. Falling
disease juga ditemukan di Australia, suatu
penyakit akibat defisiensi tembaga yang
menahun karena ternak mengkonsumsi
hijauan pakan yang kadar tembaganya
rendah (Clark et al. 1993; Chung et al.
2004). Penambahan garam tembaga sulfat
pada ransum dapat mencukupi kebutuhan
ternak serta mencegah pertumbuhan
aspergilosis pada pakan yang basah (Yost
et al. 2002).
Unsur besi merupakan komponen
utama dari hemoglobin (Hb), sehingga
kekurangan besi dalam pakan akan
mempengaruhi pembentukan Hb. Sel darah
merah muda (korpuskula) mengandung Hb
yang diproduksi dalam sumsum tulang
untuk mengganti sel darah merah yang
rusak. Dari sel darah merah yang rusak ini
besi dibebaskan dan digunakan lagi dalam
pembentukan sel darah merah muda (Cook
et al. 1992; Puls 1994; Inoue et al. 2002;
Brown et al. 2004). Anemia karena defisiensi
besi banyak ditemukan pada anak
babi yang dikandangkan dan tidak pernah
kontak dengan tanah. Gejala yang muncul
adalah nafsu makan berkurang dan
pertumbuhan terhambat (Beard et al.
1996). Kekurangan zat besi dapat disebabkan
oleh gangguan penyerapan besi dalam
saluran pencernaan. Bila cadangan besi
tidak mencukupi dan berlangsung terusmenerus
maka pembentukan sel darah
merah berkurang dan selanjutnya menurunkan
aktivitas tubuh (Cook et al. 1992).
Penyuntikan garam besi dapat mencegah
kekurangan besi pada ternak (Ahmed et
al. 2002).
Pada hewan ruminansia yang memakan
rumput yang kurang mengandung
unsur kobalt, gejala akan timbul beberapa
bulan kemudian, karena hewan memiliki
cadangan vitamin B12 dalam hati dan ginjal
sebagai sumber kobalt. Namun bila keadaan
ini terus berlanjut, ternak akan
mengalami defisiensi kobalt sehingga
nafsu makan berkurang, bobot badan
menurun, pika, anemia, dan akhirnya mati
(Graham 1991; Puls 1994; Stangl et al.
2000).
Para peneliti menduga kobalt memiliki
peran penting dalam pertumbuhan bakteri
dalam rumen. Vitamin B12 mengandung 4%
kobalt sebagai bagian esensial dari vitamin
tersebut. Penyebab utama defisiensi kobalt
pada ternak ruminansia adalah kekurangan
vitamin B12 karena sintesis vitamin tersebut
dalam rumen menurun (Hetzel dan
Dunn 1989; Kennedy et al. 1991). Kekurangan
kobalt hanya terjadi pada hewan
ruminansia. Gejalanya ialah hewan malas,
nafsu makan berkurang, bobot badan
menurun, lemah, anemia yang bersifat
normositik dan normokronis dan kemudian
mati (Graham 1991; Hussein et al. 1994;
Stangl et al. 1999). Pemberian pakan yang
mengandung kobalt dapat mencegah
kekurangan kobalt pada ternak (Puls 1994;
Ahmed et al. 2002).
Defisiensi iodin sering terjadi pada
anak sapi, anak domba, dan anak babi dari
induk yang ransumnya kekurangan iodin.
Hal ini sering terjadi pada daerah yang
tanahnya miskin iodin. Pada anak babi,
gejala yang timbul adalah bulu rontok,
badan lemah, kulit menebal, dan leher membengkak
(McDonald et al. 1988; Tabel 3).
Pada anak kuda gejalanya adalah tidak
dapat berdiri dan menyusu, serta pada
burung, ikan dan mamalia lain tiroidnya
membesar (Hetzel dan Dunn 1989; Graham
1991). Pada hewan yang kekurangan
Tabel 3. Defisiensi logam mikro esensial dalam tubuh.
Mineral Defisiensi Gejala
Besi (Fe) Anemia Diarrhea, kelelahan, nafsu makan hilang
Tembaga (Cu) Malnutrisi, anemia, Nafsu makan terganggu, pertumbuhan
neutropenia terhambat, diarrheaosteomalesi, rambut dan
bulu memucat, jalan ataxis
Iodin (I) Produksi tiroksin pada Pembesaran leher pada anak sapi dan domba,
glandula tiroid menurun, gondok, anak babi tanpa bulu dan anak domba
pembengkakan pada leher tanpa wol, anak sapi daya hidup tidak ada
Kobalt (Co) Defisiensi vitamin B12 Kehilangan nafsu makan, kelemahan,
kekurusan, bulu kasar, anemia,
kerusakan reproduksi
Seng (Zn) Penyakit genetik, stres Pertumbuhan terganggu, parakeratosis pada
traumatik, depresi babi, peradangan pada hidung dan mulut pada
imunitas anorexia anak sapi, ayam bulu kasar, daya tetes rendah
Sumber: McDonald et al. (1988).
Jurnal Litbang Pertanian, 27(3), 2008 103
iodin, produksi tiroksin pada kelenjar tiroid
menurun, yang dicirikan oleh pembesaran
kelenjar tiroidea yang disebut goiter
endemis. Karena kelenjar tiroidea terdapat
pada leher maka pada hewan yang menderita
defisiensi iodin akan terjadi pembengkakan
pada leher. Penyakit ini dapat
mengganggu daya reproduksi akibat
fungsi tiroid menurun. Bila induk melahirkan
anak maka anak yang dilahirkan tidak
berbulu, lemah, dan mati muda (Graham
1991; Sandstead et al. 1998). Pemberian
pakan tambahan yang mengandung kobalt
dapat menghindarkan ternak dari kekurangan
kobalt (Puls 1994).
Defisiensi seng sering ditemukan
pada anak ayam, dengan gejala pertumbuhan
terganggu, tulang kaki memendek
dan menebal, sendi kaki membesar,
penyerapan makanan menurun, nafsu
makan hilang, dan dalam keadaan parah
menyebabkan kematian (Fraker et al. 1986;
Moulder dan Steward 1989; Darmono
1995). Pada babi, akibat defisiensi seng
yang penting adalah dermitis yang disebut
parakeratosis. Penyakit tersebut ditandai
dengan luka-luka pada kulit, pertumbuhan
terganggu, kelemahan, muntah-muntah,
dan kegatalan. Defisiensi seng pada anak
sapi ditandai dengan peradangan pada
hidung dan mulut, pembengkakan persendian,
dan parakeratosis (Mills 1987;
Darmono dan Bahri 1989). Di beberapa
daerah di Jawa, terutama pesisir pantai
utara Jawa Tengah dan Jawa Timur, kandungan
Zn dalam tanah rendah, sehingga
ternak yang digembalakan di daerah
tersebut akan mengalami defisiensi seng
(Prabowo et al. 1984). Defisiensi seng
dapat mengganggu penghancuran mikroba
(ingestion) dan fagositosis, juga menghambat
penyembuhan luka. Hal ini dibuktikan
dengan meningkatnya kejadian
infestasi parasit cacing nematoda (Fraker
et al. 1986; Sandstead et al. 1998 ). Jika
cepat diobati dengan pemberian seng,
ternak akan kembali normal dalam waktu
2−3 hari (Darmono 1995).
KERACUNAN MINERAL
MIKRO ESENSIAL
Keracunan logam sering dijumpai pada
ternak akibat pencemaran lingkungan oleh
logam berat, seperti penggunaan pestisida,
pemupukan, dan pembuangan
limbah pabrik. Keracunan logam terutama
menyebabkan kerusakan jaringan. Beberapa
logam mempunyai sifat karsinogenik
(memacu pembentukan sel kanker) maupun
tetratogenik (bentuk organ salah)
(Darmono 2001). Daya racun logam dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara
lain kadar logam yang termakan, lamanya
ternak mengkonsumsi logam, umur,
spesies, jenis kelamin, kebiasaan makan,
kondisi tubuh, dan kemampuan jaringan
tubuh dalam mengkonsumsi logam
tersebut (Tokarnia et al. 2000).
Logam yang dapat meracuni ternak
meliputi logam esensial seperti Cu dan Zn
serta logam nonesensial seperti Hg, Pb,
Cd, dan As. Keracunan logam pada hewan
dapat terjadi melalui injeksi, air minum
maupun melalui pakan. Keracunan logam
mempengaruhi produksi, yaitu penurunan
bobot badan, hambatan pertumbuhan,
peka terhadap penyakit infeksi, dan kematian.
Di samping itu, residu logam dapat
menurunkan kualitas produk ternak (Puls
1994; Darmono 1995; 2001).
Walaupun tembaga merupakan
logam esensial, logam tersebut berpeluang
besar menimbulkan keracunan pada ternak
ruminansia terutama domba karena ternak
tersebut paling peka terhadap keracunan
tembaga. Keracunan tembaga terjadi bila
logam tersebut langsung kontak dengan
dinding usus sehingga menimbulkan
radang (gastroenteristis), tinja berbentuk
cair dan berwarna biru-kehijauan, ternak
menjadi stres dan akhirnya mati (Parada
et al. 1987; Baker et al. 1991; Darmono
2001; Yost et al. 2002). Menurut Bostwick
(1982), keracunan kronis atau fatal terjadi
bila domba mengkonsumsi 1,50 g Cu/ekor/
hari selama 30 hari. Keracunan kronis
bersumber dari pakan yang terkontaminasi
Cu atau kelebihan Cu yang disimpan dalam
hati. Keracunan kronis politogenus dapat
terjadi pada hewan yang merumput di
padang penggembalaan yang hijauannya
mengandung Cu normal (10−20 mg Cu/kg
berat kering), tetapi kandungan sulfatnya
berlebih dan atau kandungan molibdenum
(Mo) kurang (Tokarnia et al. 2000;
Darmono 2001).
Keracunan seng sering dijumpai
pada hewan yang hidup di daerah tercemar
atau dekat dengan limbah pabrik. Pada anak
kuda dan babi, keracunan seng menyebabkan
lamenes, antriftines, dan osteomalasea,
sedangkan pada kelinci menunjukkan
gejala nefrosis dan pada anak domba menyebabkan
fibrosis pankreas. Kuda yang
hidup di daerah pertambangan menunjukkan
gejala osteomalasea, kalkulis renalis,
dan proteinuria (Sandstead et al. 1998;
Brown et al. 2002). Eamens et al. (1984)
melaporkan bahwa anak kuda yang digembalakan
pada padang rumput yang
dekat daerah industri menunjukkan gejala
pembentukan tulang abnormal yaitu
pembesaran tulang.
METODE ANALISIS
MINERAL
Beberapa metode analisis logam telah
ditemukan, meliputi metode kualitatif
(untuk mengetahui ada tidaknya logam
dalam sampel) dan kuantitatif (untuk mengetahui
kandungan logam dalam sampel).
Metode sensitif dan spesifik merupakan
dasar dalam mengukur kadar logam pada
konsentrasi yang sangat rendah. Dengan
sensitivitas analisis yang tinggi akan
diketahui jenis logam dan pengaruhnya
terhadap sistem biologis hewan (Ewing
1990; Darmono 1995).
Alat Analisis
Alat yang digunakan untuk mengetahui
kandungan logam dalam sampel bergantung
pada jenis logam yang diperiksa
dan tingkat sensitivitas pengukuran yang
diperlukan. Umumnya logam diukur
dengan sistem atomisasi dan kalorimetri.
Spektrofotometri Serapan Atom
(SSA) merupakan salah satu teknik analisis
untuk mengukur jumlah unsur berdasarkan
jumlah energi cahaya yang
diserap oleh unsur tersebut dari sumber
cahaya yang dipancarkan. Prinsip kerja
alat ini berdasarkan penguapan larutan
sampel, kemudian logam yang terkandung
di dalamnya diubah menjadi atom bebas.
Atom tersebut mengabsorpsi radiasi dari
sumber cahaya yang dipancarkan dari
lampu katoda (hollow cathode lamp) yang
mengandung unsur yang akan dianalisis.
Banyaknya penyerapan radiasi kemudian
diukur pada panjang gelombang tertentu
menurut jenis logam.
Bahan yang Dianalisis
Jenis bahan yang dianalisis bermacammacam,
meliputi bahan nabati (tanaman,
bahan pakan dan pangan), bahan hewani
(daging, hati, ginjal, darah, rambut), serta
bahan air dan sedimen (air minum, air laut,
dan endapan laut). Pada dasarnya, metode
analisis logam pada bahan tersebut hampir
sama, tetapi caranya agak berbeda karena
104 Jurnal Litbang Pertanian, 27(3), 2008
komposisi kimia bahan tersebut berbeda;
misalnya bahan nabati banyak mengandung
selulosa, sedangkan bahan hewani
banyak mengandung unsur organik. Oleh
karena itu, ekstraksi atau digesti memerlukan
cara yang khusus untuk setiap
bahan maupun jenis logam (Ewing 1990;
Darmono 1995).
Bahan nabati, pakan, dan
pangan
Termasuk dalam bahan ini ialah daun,
rerumputan, sisa pakan, makanan, dan sebagainya.
Digesti atau ekstraksi dari bahan
tersebut dapat dilakukan dengan sistem
kering atau basah.
Digesti kering (pengabuan). Cawan
porselen yang bersih direndam dalam
HNO3 10% dan dibilas dengan akuades
lalu dikeringkan dan ditimbang. Selanjutnya
sampel dimasukkan ke dalamnya
dan ditimbang, lalu dikeringkan dalam
oven 60oC selama 3 hari. Sampel ditimbang
lagi dan dihitung berat keringnya. Berat
sampel diusahakan sekitar 3−5 g. Setelah
dingin, sampel dimasukkan ke dalam
furnase pada suhu 100oC dan perlahanlahan
dinaikkan sampai 550oC minimal
selama 8 jam. Sampel lalu didinginkan dan
dilarutkan dalam asam khlorida pekat 10
ml, lalu dipanaskan sampai volume tinggal
5 ml. Sampel lalu dilarutkan dalam HCl 10%,
kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur
melalui kertas saring Whatman 42 dengan
menggunakan corong plastik sampai
volume menjadi 50 ml, kemudian dianalisis
dengan menggunakan teknik SSA.
Digesti basah. Sampel dengan berat 2−5 g
dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer,
kemudian ditambahkan campuran HNO3
pekat: HClO4 = 4 : 1 sebanyak 10 ml dan
ditutup dengan gelas erlogi (1 malam), lalu
dipanaskan di atas hotplate pada suhu
115oC selama 6−8 jam sampai larutan
berwarna bening. Larutan hasil destruksi
lalu dimasukkan dalam labu ukur 10 ml dan
ditambah HNO3 10% sampai tanda batas.
Larutan tersebut siap untuk pengukuran
dengan SSA (Ewing 1990; Darmono 1995).
Bahan organ hewan dan
manusia
Yang termasuk dalam bahan ini antara lain
adalah jaringan hati, ginjal, dan daging.
Sampel dapat dalam bentuk kering atau
basah, tetapi dalam perhitungan harus
diberi keterangan berat kering atau berat
basah (Ewing 1990; Darmono 1995).
Digesti 1. Sampel dimasukkan dalam
cangkir porselen bersih kemudian
dikeringkan, ditambah 8 ml HNO3 pekat
kemudian dipanaskan di atas hotplate
pada suhu 75oC selama 3 jam atau lebih
dan dibiarkan mengering. Sampel lalu
dilarutkan dalam HNO3 10%, disaring
melalui kertas Whatman 42, dimasukkan
ke dalam gelas ukur sampai volume 50 ml,
kemudian dianalisis dengan menggunakan
SSA.
Digesti 2. Sampel dengan berat 2−5 g
dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 10 ml HNO3 pekat
dan ditutup dengan gelas erlogi (1 malam),
lalu dipanaskan di atas hotplate pada suhu
115oC selama 6−8 jam sampai larutan
berwarna bening. Larutan hasil destruksi
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml dan
ditambah HNO3 10% sampai tanda batas.
Larutan siap untuk dilakukan pengukuran
dengan SSA (Ewing 1990; Darmono 1995).
Bahan darah
Ada tiga bentuk sampel darah untuk
analisis logam, yaitu plasma, serum, dan
darah keseluruhan. Sampel dalam bentuk
plasma dan serum tidak perlu digesti dan
dapat langsung diencerkan. Untuk analisis
Ca dan Mg, semua sampel dilarutkan
dalam LaCl3 dan HCl dengan prosedur
sebagai berikut: 0,10 ml sampel dilarutkan
dalam 5 ml dari 1% LaCl3 dalam 0,10 M
HCl, kemudian dibaca dalam SSA. Untuk
analisis Cu dan Zn, prosedurnya sebagai
berikut: 2 ml sampel dilarutkan dalam 4 ml
akuabides kemudian dianalisis menggunakan
SSA dengan larutan standar Cu dan
Zn yang dilarutkan dalam gliserol 10%
(Osheim 1983; Darmono 1995).
Interpretasi Hasil
Dalam menginterpretasikan hasil analisis
kandungan logam dalam sampel, perlu
diketahui kandungan normal logam
tersebut. Jika kandungan logam esensial
pada sampel sangat rendah, diduga terjadi
penyakit defisiensi. Sebaliknya, bila
kandungan logam nonesensial melebihi
normal diduga terjadi keracunan.
Mendiagnosis Penyakit
Defisiensi
Diagnosis defisiensi logam biasanya
dilakukan dengan menganalisis serum
atau darah, yang mempunyai kriteria
kandungan tertentu pada masing-masing
hewan. Berdasarkan hasil penelitian,
penyakit defisiensi dan keracunan mineral
merupakan salah satu penghambat pertumbuhan
ternak. Oleh karena itu, upaya
penanggulangan penyakit tersebut adalah
dengan memberikan mineral tambahan
pada pakan dengan jumlah sesuai yang
diperlukan ternak. Namun, kandungan
mineral dalam tubuh ternak (serum) dan
pakan tambahan yang akan diberikan perlu
dievaluasi terlebih dahulu agar pemberian
mineral tersebut sesuai dengan yang
dibutuhkan ternak.
KESIMPULAN DAN SARAN
Mineral mikro esensial mempunyai peran
sangat penting dalam kelangsungan hidup
hewan. Kekurangan atau kelebihan mineral
mikro esensial dapat menyebabkan penyakit.
Penyakit defisiensi mineral serta
keracunan pada ternak, baik ruminansia
maupun nonruminansia, merupakan salah
satu kendala dalam perkembangan ternak.
Oleh karena itu, status mineral mikro perlu
diperhatikan, dan kadarnya dalam tubuh
hewan (serum) maupun pakan yang akan
diberikan dianalisis dengan menggunakan
SSA. Pemberian mineral mikro esensial
dalam pakan harus sesuai dengan kebutuhan
hewan atau ternak untuk mencegah
terjadinya penyakit defisiensi atau keracunan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, M.M.M., I.M.T. Fadlalla, and M.E.S.
Barri. 2002. Tropical Animal. Health and
Prod. 34(1): 75−80.
Baker, D.H., J. Odle, M.A. Frank, and T.M.
Wieland. 1991. Bioavailability of copper in
cupri oxide and in a copper-lysine complex.
Poult. Sci. 70: 177−178.
Beard, J.L., H. Dawson, and D.J. Pinero. 1996.
Iron metabolism: a comprehensive review.
Nutr. Rev. 54(10): 295−317.
Bostwick, J.L 1982. Copper toxicosis in sheep.
J. Am. Vet. Med. Ass. 180(4): 386−387.
Brock, J.H. and T. Mainou-Fowler. 1986. Iron
and immunity. Pro. Nutr. Soc. 45: 303.
Jurnal Litbang Pertanian, 27(3), 2008 105
Ewing, G.W. 1990. Analytical Instrumentation
Handbook, 1st Edition, Marcel Dekker Inc.,
New York.
Fraker, P.J., M.E. Gershwin, R.A. Good, and P.
Ananda. 1986. Interrelationships between
zinc and immune function. Fed. Proc. 45:
1.474.
Gartenberg, P.K., L.R. Mcdowell, D. Rodriguez,
N. Wilkiinson, J.H. Conrat, and F.G. Martin.
1990. Evalution of trace mineral status of
ruminants in northeast Mexico. Livestock
Res. Rural Dev. 3(2): 1−6.
Graham, T.W. 1991. Trace element deficiencies
in cattle. Vet. Clin. N. Am.: Food Anim.
Pract. 7: 153−215.
Hetzel, B.S. and J.T. Dunn. 1989. The iodine
deficiency disodere: The nature and prevention.
Anim. Rev. of Natr. 9: 21−28.
Hussein, H.S., G.C. Fahey, Jr. B.W. Wolf, and L.
L. Berger. 1994. Effects of cobalt on in vitro
fiber digestion of forages and by products
containing fiber. J. Dairy Sci. 77: 3.432−
3.440.
Inoue, Y., T. Osawa, A. Matsui, Y. Asai, Y.
Murakami, T. Matsui, and H. Yano. 2002.
Changes of serum mineral concentration in
horses during exercise. Asian Aust. J. Anim.
Sci. 15(4): 531−536.
Kennedy, D.G., F.P.M. O’harte, W.J. Blanchower,
and D.A. Rice. 1991. Sequential changes in
propionate metabolism during the development
of cobalt/vitamin B12 deficiency in
sheep. Biol. Trace Elem. Res. 28: 233−241.
King, M.W. 2006. Clinical aspect of iron
metabolism. J. Med. Biochem. 15(9): 1−4.
Lee, J., D.G. Master, C.L. White, N.D. Grace,
and G.J. Judson. 1999. Current issues in trace
element nutrition of grazing livestock in
Australia and New Zealand. Aust. J. Agric.
Res. 50(8): 1.341−1.354.
McDonald, P., R.A. Edwards, and J.F.D. Greenhalgh.
1988. Animal Nutrition. John Willey
and Sons Inc., New York. p. 96−105.
Mills, C.F. 1987. Biochemical and physiologic
indicators of mineral status in animals:
copper, cobalt, and zinc. J. Anim. Sci. 65:
1.702−1.711.
Moulder, K. and M.W. Steward. 1989. Experimental
zinc-deficiency – Effects on cellular
responses and the affinity of humoral
antibody. Clin. Exp. Immunol. 77: 269.
Osheim, D.L. 1983. Atomic absorption determination
of serum cupper, collaborative
study. J. Assoc. Anal. Chem. 66(5): 1.140−
1.142.
Parada, R.S., S. Gonzales, and E. Berquest. 1987.
Industrial pollution with copper and other
heavy metals in a beef cattle ranch. Vet.
Hum. Toxicol. 29(2): 122−126.
Prabowo, A., J.E. Van Eys, I.W. Mathius, M.
Rangkuti, and W.I. Johnson. 1984. Studies
on the mineral nutrition on sheep in West
Java. Balai Penelitian Ternak, Bogor. p. 25.
Puls, R. 1994. Mineral Levels and Animal Health:
Diagnostic Data. Second edition. Sherpa
International Clearbrook, BC.
Richards, M.P. 1989. Recent developments in
trace element metabolism and function: Role
of metallothionein in copper and zinc metabolism.
J. Nutr. 119: 1, 62.
Sandstead, H.H., J.G. Penland, N.W. Alcock, H.H.
Dayal, X.C. Chen, and J.S. Li. 1998. Effects
of repletion with zinc and other micronutrients
on neuropsychologic performance
and growth of Chinese children. Am. J. Clin.
Nutr. 68(2 ): S470−S475.
Sharma, M.C., S. Raju, C. Joshi, H. Kaur, and
V.P. Varshney. 2003. Studies on serum micromineral,
hormone and vitamin profile and
its effect on production and therapeutic
management of buffaloes in Haryana State
of India. Asian Aust. J. Anim. Sci. 16(4):
519−528.
Spears, J.W. 1999. Reevalution of the metabolic
essensiality of minerals. Asian Aust. J. Anim.
Sci. 12(6): 1.002−1.008.
Stangl, G.L., F.J. Schwarz, and M. Kirchgessner.
1999. Moderate longterm cobalt-deficiency
affects liver, brain and erythrocyte lipids
and lipoproteins of cattle. Nutr. Res. 19:
415−427.
Stangl, G.L., F.J. Schwarz, H. Muller, and M.
Kirchgessner. 2000. Evaluation of the cobalt
requirement of beef cattle based on vitamin
B12 folate, homocysteine and methylmalonic
acid. Br. J. Nutr. 84: 645−653.
Stuttle, N.E. 1989. Problems in the diagnosis
and anticipation of trace element deficiencies
in grazing livestock. Vet. Res. 119: 148−
152.
Tokarnia, C.H., J. Dobereiner, P.V. Peixoto, and
S.S. Moraes. 2000. Outbreak of copper poisoning
in cattle fed poultry litter. Vet. Hum.
Toxicol. 42(2): 92−95.
Yost, G.P., J.D. Arthington, L.R. McDowll, F.G.
Martini, N.S. Wilkinson, and C.K. Swenson.
2002. The effect of copper source and level
on the rate and extent of copper repletion
in Holstein heifers. J. Dairy Sci. 85(12):
3.297−3.303.
Brown, J.X., P.D. Buckest, and M.W. Resnick.
2004. Identification of small molecule
inhibitors that distinguish between nontransferrin
bound iron uptake and tranferrinmediated
iron transport. Chem. Biol. 11:
407−416.
Brown, K.H., J.M. Peerson, J. Rivera, and L.H.
Allen. 2002. Effect of supplemental zinc
on the growth and serum zinc concentrations
of prepubertal children: a meta-analysis of
randomized controlled trials. Am. J. Clin.
Nutr. 75: 1.062−1.071.
Chandra, R.K. 1985. Effect of macro- and
micro- nutrient deficiencies and excesses on
immune response. Food Tech. 39: 91.
Chung, J., D.J. Haile, and M.W. Resnick. 2004.
Ferroportin-1 is not upregulated in copperdeficient
mice. J. Nutr. 134: 517−521.
Clark, T.W., Z. Xin, R.W. Hemken, and R.J.
Harmon. 1993. A comparing copper sulphate
and copper oxide as copper sources for the
mature ruminant J. Dairy Sci. 76 (Suppl. 1):
318 (Abstr.).
Cook, J.D., R.D. Baynes, and B.S. Skikne. 1992.
Iron deficiency and the measurement of iron
status. Nutr. Res. Rev. 5: 189−202.
Darmono and S. Bahri. 1989. Defisiensi Cu dan
Zn pada sapi di daerah Transmigrasi Kalimantan
Selatan. Penyakit Hewan 21(38):
128−131.
Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi
Makhluk Hidup. Penerbit Universitas Indonesia
(UI Press). hlm. 55−56, 65−69.
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran.
Hubungannya dengan Toksikologi
Senyawa Logam. Penerbit Universitas Indonesia
(UI Press). hlm. 109−111.
Davis, G.K. and W. Mertz. 1987. Copper. p. 301−
364. In W. Mertz (Ed.) Trace Elements in
Human and Animal Nutrition. Academic
Press, Inc. San Diego, CA.
Desousa, M. 1989. Immune cell functions in iron
overload. Clin. Exp. Immunol. 75: 1.
Dhur, A., P. Galan, and S. Hercberg. 1989. Iron
status, immune capacity, and resistance to
infections. Comp. Biochem. Phys. A-Comp.
Phys. 94: 11.
Eamens, G.J., J.F. Macadam, and E.A. Laing.
1984. Skeletal abnormalities in young horses
associated with zinc toxicity and hypocuprosis.
Aust. Vet. J. 61(7): 205−207.
Engle, T.E., V. Fellner, and J.W. Spear. 2001.
Copper status, serum, cholesterol, and milk
fatty acid profile in Holstein cows fed varying
concentrations of copper. J. Dairy Sci.
84(10): 2.308−2.313.